Sabtu, 24 Desember 2011

Aturan Sertifikasi Dipertanyakan

CICALENGKA,Sejumlah guru honorer yang mengajar di SD negeri di Kab. Bandung mempertanyakan kebijakan pemerintah dalam menerapkan peraturan sertifikasi. Sebab ada wacana yang berkembang di lapangan, mereka yang bisa melewati proses sertifikasi hanya para guru honorer yang mengajar di bawah binaan atau status yayasan (swasta).

"Namun itu bertolak belakang dengan Undang-Undang (UU) No. 15/2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU itu dijelaskan, semua guru honorer harus disertifikasi sehingga menjadi guru profesional dan memiliki keahlian di bidangnya," kata Sekretaris Umum Forum Honorer Indonesia, Drs. Ahmad Lutfi ketika menghubungi "GM" di Cicalengka, Jumat (23/12).

Namun di lain pihak, imbuh Ahmad, berdasarkan informasi yang berkembang di lapangan, para guru honorer yang mengajar di SDN tidak bisa mengikuti proses sertifikasi. "Di lapangan, ada guru honorer yang mengajar di sekolah negeri sudah disertifikasi dan menerima dana sertifikasi. Katanya, dana sertifikasi itu harus dikembalikan kepada pemerintah. Dengan adanya persoalan itu, sejumlah guru honorer yang sudah melewati proses sertifikasi menjadi bingung dan waswas. Bahkan, kami sendiri merasa kurang paham dengan aturanan itu. Sehingga pemerintah harus menjelaskannya kepada publik, terutama kepada para guru honorer," kata seorang guru honorer yang mengajar pendidikan agama Islam di SDN Pinggirsari II Kec. Kertasari, Kab. Bandung.

Ahmad mengatakan, jika ada isu yang berkembang menyebutkan, guru honorer yang mengajar di sekolah negeri tidak bisa mengikuti sertifikasi, lantas buat apa dilakukan pendidikan dan latihan profesi guru. Sementara biayanya saja Rp 4 juta/orang dalam kurun waktu 10 hari.

"Kami juga mengharapkan ada penjelasan dari pemerintah terkait. Sebab UU No. 15/2005 itu, berlaku bagi semua guru, baik PNS, guru honorer, guru umum, guru kelas ataupun guru pendidikan agama Islam," katanya.

0 komentar:

Posting Komentar