Sabtu, 19 November 2011

Memahami Asas Tugas Pembantuan

Dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia dari waktu ke waktu ke waktu di kenal adanya tiga asas yakni desentralisasi,dekonsentrasi serta tugas pembantuan.Asas tugas pembantuan pada umumnya di posisikan sebagai asas komplementer atau pelengkap dari asas desentralisasi dan dekonsentrasi.
Sama seperti asas-asas lainnya,peranan asas tugas pembantuan dari waktu ke waktu juga mengalami pasang naik maupun pasang surut.Di dalam UU Nomor 22 tahun 1948 juga sudah di kenal asas medebewind,yang berarti penyerahan kewenangan tidak penuh,dalam arti penyerahannya hanya mengenai cara menjalankannya saja,sedangkan prinsip-prinsipnya di tetapkan oleh pemerintah pusat sendiri.apabila dilihat dari bentuk dan sifat kegiatannya,medebewind ini sama dengan asas tugas pembantuan yang di kenal saat ini. Menurut UU Nomor 22 Tahun 1948,UU Nomor 1 tahun 1957 maupun UU Nomor 18 Tahun 1965,kewenangan yang di laksanakan dalam rangka medebewind dicantumkan dalam undang-undang pem,bentukan daerah otonom.kewenangan tambahan lainnya yang akan di-medebewind-kan diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan dari undang-undang. Pada UU Nomor 5 Tahun 1974 hal tersebut tidak digunakan. Begitu pula pada UU Nomor 22 Tahun 1999. Kewenangan yang akan  ditugas pembantuankan tidak di rinci secara jelas dan tetap,melainkan berubah-ubah tergantung pada kebutuhan.
Menurut pasal 12 UU Nomor 5 Tahun 1974,tugas pembantuan dari pemerintah Pusat  kepada Pemerintah Daerah diatur dengan undang-undang, sedangkan  tugas pembantuan dari Pemerintah Daerah Tingkat 1 kepada Pemerintah Daerah Tingkat II di atur dengan peraturan Daerah Tingkat 1 bersangkutan. Sampai UU Nomor 5 Tahun 1974 di cabut,belum ada undang-undang yang mengatur secara khusus  mengenai tugas pembantun,meskipun asas tersebut secara factual di laksanakan. Pengaturannya di tempelkan pada berbagai undang-undang yang mengatur kewenangan pada masing-masing sector.
Pada UU Nomor 22 tahun 1999,tidak terdapat bab secara khusus  yang mengatur tentang tugas pembantuan.pengaturannya tersebar pada pasal 13 untuk penugasan dari pemerintahan pusat kepada Daerah,dan pasal 100 untuk penugasan dari Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah kepada Desa Di dalam pasal 13 ayat (2) di sebutkan bahwa setiap penugasan dalam rangka tugas pembantuan di tetapkan dengan peraturan perundang-undangan.peraturan perundang-undangan yang di maksudkan di sini tidak harus berbentuk UU,melainkan juga dapat berbentuk peraturan pemerintah,Keputusan Presiden,dan peraturan lainnya yang sejenis. Sampai saat ini baru ada PP Nomor 52 Tahun 2001 tentang penyelenggaraan Tugas pembantuan sebagai pedoman pelaksanaan tugas pembantuan bagi Pemerintah Pusat,Daerah maupun Desa. Sedangkan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur setiap penugasan dalam rangka tugas pembantuan belum berdata dengan lengkap.
Di dalam pasal-pasal tersebut di atas di kemukakan bahwa pihak yang memberikan tugas pembantuan adalah institut Pemerintah (Pemaerintah Pusat,Pemerintah Daerah propinsi,pemerintah Daerah Kabupaten/Kota).Sedangkan yang menerima tugas pembantuan adalah Daerah dan atau Desa sebagai Kesatuan masyarakat hukum. Manifestasi dari Daerah ataupun Desa adalah pada Kepala Daerah dan Kepala Desa.Hal tersebut tercermin dari bunyi pasal 17 PP Nomor 52 Tahun 2001,dimana penanggungjawab pelaksanaan tugas pembantuan adalah Kepala Daerah dan Kepala Desa.
Fenomena implementasi asas tugas pembantuan berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 32 Tahun 2004 menarik untuk dikaji secara mendalam. Terlebih lagi sampai saat ini belum ada buku yang secara khusus membahas secara tuntas mengenai hal tersebut. Disebut menarik karena asas tugas pembantuan nampaknya dijadikan strategi jalan keluar bagi pengurangan kewenangan yang sangat drastis bagi pemerintah pusat. Melalui asas tugas pembantuan, dana-dana dekonsentrasi yang semula dialokasikan kepada instansi vertika di kabupaten/kota dan propinsi pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974, ditarik ke atas untuk kemudian didistribusikan kembali ke daerah melalui mekanisme tugas penbantuan. Asas ini sekaligus juga sebagai salah satu alat kendali pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui jalur keuangan. Selama ini pemerintah pusat mangendalikan daerah melalui tiga jalur yakni kewenangan, kepegawaian, serta keuangan. Setelah berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999, alat kendali pemerintah pusat hanya melalui keuangan saja, karena kewenangan dan kepegawaian sudah diserahkan kepada daerah.
Setelah UU Nomor 22 Tahun 1999 berusia sekitar lima tahun, implementasi asas tugas pembantuan masih relative terbatas. Implementasi yang nampak secara nyata barulah dari pemerintah pusat ke daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota. Sedangkan implementasi dari pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten ke desa masih sangat terbatas. Salah satu propinsi yang merintis pelaksanaan asas tugas pembantuan belum di laksanakan secara intensif. Salah satu diantaranya kesalahan persepsi mengenai pengertian tugas pembantuan yang dicampur adukan dengan pengertian pemberian bantuan. Padahal nilai yang dimaksimumkan dari asas tugas pembantuan adalah EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI.
Penerbit          : Fakus Media
Pengarang      : Sadu Wasistiono,MS
Tahun terbit    : Desember 2006

0 komentar:

Posting Komentar