Sabtu, 26 November 2011

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN,
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
  PAJAK BUMI DAN BANGUNAN  

A. SUBJEK PAJAK ( 250304 )

1    Siapa Subjek PBB ? Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Subjek PBB yang dikenakan kewajiban membayar PBB berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku menjadi Wajib Pajak.
  • Dalam hal objek PBB belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, maka Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Wajib Pajak.
  • Apabila Wajib Pajak dimaksud memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan Wajib Pajak atas objek pajak dimaksud, maka :
  • ü Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud apabila keterangan dimaksud disetujui;
  • ü Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya apabila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui;
  • ü Apabila setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap diterima.
  • Tanda pembayaran/pelunasan PBB bukan merupakan bukti pemilikan hak.
  B. OBJEK PAJAK ( 250304 )
                                                           
1 Apa yang menjadi Objek PBB ?
Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan.
  • Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya;
  • Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
-   jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut; -   jalan TOL; -   kolam renang; -   pagar mewah; -   tempat olah raga; -   galangan kapal, dermaga; -   taman mewah; -   tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; -   fasilitas lain yang memberikan manfaat.
     
2   Objek pajak apa saja yang tidak dikenakan PBB ?
  • Objek Pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
  • Objek Pajak yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
  • Objek Pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
  • Objek Pajak yang digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
  • Objek Pajak yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa objek PBB semata-mata hanya digunakan untuk pelayanan umum dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara sesuai Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.  

3   Bagaimana perlakuan atas Objek PBB yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan ?   Objek PBB yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.  

C. TARIF PAJAK (250304 )  
1   Berapa besarnya tarif PBB ?
Tarif PBB adalah tunggal sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen).

D.   DASAR PENGENAAN DAN CARA MENGHITUNG PBB (250304 )  
1    Apa yang boleh dikurangkan dalam penghitungan PBB ?
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). NJOPTKP diberikan kepada setiap Wajib Pajak sebagai pengurang penghitungan PBB terutang.  
2    Berapa besarnya NJOPTKP ?
NJOPTKP ditetapkan secara regional (setiap kabupaten/kota) paling banyak sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak oleh Kepala Kanwil DJP atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Pemda setempat.  
3    Bagaimana perlakuan pemberian NJOPTKP kepada Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu Objek PBB ?
NJOPTKP diberikan hanya sekali untuk Objek PBB yang nilainya paling tinggi untuk satu tahun pajak.  
4    Apakah dasar pengenaan PBB ?
Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (sales value = NJOP), yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti. NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya. Yang dimaksud dengan :
  • Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
  • Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut;
  • Nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.
  5    Bagaimana cara untuk memudahkan penghitungan PBB terutang ?
Cara untuk memudahkan penghitungan PBB terutang adalah dengan membuat klasifikasi bumi dan bangunan, yaitu pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya. Klasifikasi dimaksud sekaligus sebagai pedoman penentuan NJOP. Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bumi adalah :
1.   letak; 2.   peruntukan; 3.   pemanfaatan; 4.   kondisi lingkungan dan lain-lain. Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bangunan adalah : 1.   bahan yang digunakan; 2.   rekayasa; 3.   letak; 4.   kondisi lingkungan dan lain-lain.  
6    Apakah dasar penghitungan PBB ?
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value = NJKP) yaitu suatu persentase tertentu dari NJOP yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan PBB. NJKP ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari NJOP. Berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2002:
  • Objek PBB perkebunan, perhutanan, dan pertambangan sebesar 40 % dari NJOP ;
  • Objek PBB lainnya :
  • 1) sebesar 40 % dari NJOP apabila NJOP bernilai Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah ) atau lebih;
  • 2) sebesar 20 % dari NJOP apabila NJOP bernilai kurang dari Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah ).

7.    Bagaimana cara menghitung PBB terutang ?
Penghitungan PBB adalah sebagai berikut :
  • - NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Jumlah NJOP bumi dan bangunan
  • - NJOP untuk penghitungan PBB = NJOP sebagai dasar pengenaan PBB dikurangi dengan NJOPTKP
  • - NJKP = (20% atau 40%)* x NJOP untuk penghitungan PBB
  • - PBB yang terutang = 0,5% x NJKP
NJOP bumi = luas bumi x NJOP bumi per m2 NJOP bangunan = luas bangunan x NJOP bangunan per m2 *) Besarnya ditentukan berdasarkan jumlah NJOP bumi dan       bangunan dan sektor.

E.   TAHUN PAJAK, SAAT, DAN TEMPAT YANG MENENTUKAN PBB TERUTANG (250304 )  
1.   Kapan saat PBB terutang?      
Saat PBB terutang adalah keadaan objek PBB pada tanggal 1 Januari untuk suatu tahun pajak tertentu (jangka waktu satu tahun takwim)  
2.   Dimana tempat PBB terutang?
Tempat PBB terutang adalah : a.  untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang meliputi letak objek PBB; b.  untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten/Kota, yang meliputi letak objek PBB.  

F.   PENDAFTARAN, SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK (SPOP), SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG (SPPT), DAN SURAT KETETAPAN PAJAK (SKP) (250304 )

1.   Apa kewajiban subjek PBB dalam rangka pendaftaran  Objek PBB ?
Mendaftarkan objek PBB-nya dengan mengisi SPOP secara jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan ke KPPBB/KP4/tempat lain yang ditunjuk yang wilayah kerjanya meliputi letak objek PBB, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek PBB. Pelaksanaan dan tata cara pendaftaran objek pajak sebagaimana diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. SPOP adalah sarana bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan Objek PBB yang akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung PBB yang terutang.                      Yang dimaksud dengan jelas, benar, dan lengkap adalah :
  • Jelas, berarti penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan negara maupun Wajib Pajak sendiri;
  • Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
  • Lengkap berarti seluruh bagian yang harus diisi oleh Wajib Pajak terisi semua dan ditandatangani.
      2.   Apa sanksi yang dapat dikenakan apabila Wajib Pajak tidak mengembalikan SPOP atau mengisi SPOP secara jelas, benar, dan lengkap ?
  • a. Sanksi Administrasi
    • Dalam hal WP tidak menyampaikan kembali SPOP pada waktunya dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari PBB yang terutang.
    • Apabila pengisian SPOP setelah diteliti atau diperiksa ternyata tidak benar (lebih kecil), maka akan diterbitkan SKP dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang terutang.
  • b. Sanksi Pidana
    • Barang siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan SPOP atau mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/ atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan kerugian bagi negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat pajak yang terutang;
    • Barang siapa karena dengan sengaja :
      • 1). Tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak;
      • 2). Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan yang tidak benar;
      • 3). Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar;
      • 4). Tidak memperlihatkan data atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya;
      • 5). Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan;
sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang terutang. Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.  
3.   Apakah yang dimaksud dengan SPPT ?
SPPT adalah Surat Keputusan Kepala KPPBB mengenai besarnya PBB terutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak pada 1 (satu) tahun pajak tertentu. SPPT diterbitkan berdasarkan data sebagaimana tertulis pada SPOP.  
4.   Apa hak Wajib Pajak atas SPPT ?
  • Menerima SPPT PBB setiap tahun pajak.
  • Mendapatkan penjelasan segala sesuatu yang berhubungan dengan ketetapan PBB.
  • Mengajukan keberatan dan atau pengurangan.
  • Mendapatkan Surat Tanda Terima Setoran (STTS) atau Bukti Pelunasan Pembayaran PBB dari Tempat Pembayaran (TP yaitu Bank/Kantor Pos yang tercantum pada SPPT atau ATM) atau Tanda Terima Sementara (TTS) dari petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dengan SK Walikota/Bupati.
  5.   Apa kewajiban Wajib Pajak atas SPPT ?
  • Menandatangani bukti tanda terima SPPT dan menyampaikannya kembali kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas Pendapatan Daerah/KP4 untuk diteruskan ke KPPBB yang menerbitkan SPPT atau menyampaikannya ke KPPBB.
  • Membayar/melunasi PBB terutang pada tempat yang telah ditentukan.
   
6.   Apakah yang dimaksud dengan SKP PBB?
SKP PBB adalah Surat Keputusan Kepala KPPBB yang memberitahukan besarnya PBB yang terutang termasuk denda administrasi kepada Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya.   7.   Apa yang menyebabkan SKP PBB diterbitkan ? SKP diterbitkan apabila :
  • Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak disampaikan kembali dalam jangka waktu 30 hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
  • Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain yang ada ternyata jumlah PBB yang terutang lebih besar dari jumlah PBB yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh WP.
  8.   Berapakah besarnya PBB terutang dalam SKP PBB?
  • Jumlah PBB yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh pengembalian SPOP lewat 30 hari setelah diterima WP adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.
  • Jumlah PBB yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh hasill pemeriksaan atau keterangan lainnya, dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi 25% dari selisih PBB yang terutang.
 
G.   TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN (250304 )

1.   Kapan batas waktu pelunasan utang PBB ?
  • Berdasarkan SPPT yang diterima, Wajib Pajak harus melunasi utang PBB-nya selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT.
  • Berdasarkan SKP yang diterima, Wajib Pajak harus melunasi utang PBB-nya selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP.
  2.   Berapa denda yang dikenakan kepada Wajib Pajak yang belum melunasi utang PBB-nya setelah lewat jatuh tempo ?
PBB terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.  
3.   Bagaimana cara membayar PBB ?      
Wajib pajak membayar PBB terutang melalui :
  • - Bank atau Kantor Pos yang tercantum pada SPPT atau
  • - ATM bank-bank tertentu (BCA, BII) atau
  • - Counter/teller bank-bank tertentu (Bank Nusantara Parahyangan) atau
  • - Petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dengan SK Walikota/Bupati.
Catatan : Pembayaran harus dilakukan sekaligus (tidak diperkenankan mencicil).  
4.   Apakah dasar penagihan PBB ?   
Dasar penagihan PBB adalah SPPT, SKP, dan Surat Tagihan Pajak (STP).  
5.   Apa saja yang dapat ditagih dengan STP PBB?
Pokok pajak terutang yang belum atau kurang dibayar dan atau denda administrasi.  STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh Wajib Pajak.  
6.   Dalam hal bagaimana  STP PBB diterbitkan ?
  • Wajib pajak tidak melunasi PBB terutang setelah lewat jatuh tempo pembayaran SPPT/SKP.
  • Wajib pajak melunasi PBB terutang setelah lewat jatuh tempo pembayaran SPPT/SKP, tetapi denda administrasi tidak dilunasi.
  7.     Apakah upaya yang dapat dilakukan apabila STP PBB telah lewat jatuh tempo dan tidak dilunasi ?
Apabila STP PBB tidak dibayar setelah lewat jatuh tempo ditagih dengan Surat Paksa (SP) berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa s.t.d.d. UU Nomor 19 Tahun 2000.

H.   KEBERATAN DAN BANDING (250304 )  

1.   Apa saja yang dapat diajukan permohonan keberatan PBB ?
Yang dapat diajukan keberatan PBB adalah besarnya PBB terutang sebagaimana tercantum dalam SPPT atau SKP. Keberatan dimaksud dapat dikarenakan :
  • Kesalahan luas bumi dan atau bangunan;
  • Kesalahan klasifikasi bumi dan atau bangunan;
  • Kesalahan penetapan/pengenaan;
  • Terdapat perbedaan penafsiran peraturan perundang-undangan PBB antara Wajib Pajak dan fiskus;
  • Kesalahan Penetapan Subjek Pajak.
Keberatan atas SPPT atau SKP harus diajukan masing-masing dalam satu surat keberatan tersendiri untuk setiap tahun pajak.
   
2.   Bagaimana tata cara permohonan keberatan PBB ?
  • Membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB disertai dengan alasan yang jelas.
  • Menyampaikan permohonan secara lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya SPPT atau SKP, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
  • Diajukan per Objek PBB dan per tahun pajak.
  • Melampirkan foto kopi sebagai berikut :
  • o Bukti pemilikan hak atas tanah/sertifikat; dan/atau
  • o Bukti Surat Ukur/Rincik; dan/atau
  • o Akta Jual Beli; dan/atau
  • o SPPT/SKP; dan/atau
  • o Izin Mendirikan Bangunan (IMB); dan/atau
  • o Bukti pendukung (resmi) lainnya.
  • Ø Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.
  • Ø Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan PBB.
  • Ø Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar PBB dan pelaksanaan penagihan.
 
3.   Berapa lama jangka waktu penyelesaian permohonan keberatan PBB ?      
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Permohonan Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.  
4.   Apa yang dapat disampaikan oleh Wajib Pajak sebelum keputusan keberatan diterbitkan ?      
Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.  
5.   Apa bentuk keputusan keberatan  ?      
Keputusan Keberatan dapat berupa :
  • menerima seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan terbukti kebenarannya.
  • menerima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan sebagian terbukti kebenarannya.
  • menolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan tidak terbukti kebenarannya.
  • menambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan, mengakibatkan peningkatan jumlah PBB-nya.
  6.   Apa yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika permohonan keberatannya ditolak ?
Wajib pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding ke Badan Pengadilan Pajak (BPP). Ketentuan banding PBB mengikuti ketentuan dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP stdtd UU Nomor 16 Tahun 2000.  
7.   Apa bentuk putusan Banding ? Putusan Banding dapat berupa :
  • - menolak;
  • - mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
  • - menambah pajak yang harus dibayar;
  • - tidak dapat diterima;
  8.   Bagaimana sifat Putusan Banding ?
Putusan Banding oleh BPP bukan merupakan putusan final dan dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.  
9.   Bagaimana jika Putusan Banding menerima sebagian atau seluruhnya ?  
Apabila putusan banding menerima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran PBB sampai dengan diterbitkannya Putusan Banding.  

I.    PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB (250304 )  
1. Bagaimana pengelolaan hasil penerimaan PBB ?

Hasil penerimaan PBB dibagi dengan perimbangan sebagai berikut :
  • 10 % (duapuluh persen) untuk pemerintah pusat (6,5% dikembalikan lagi secara merata ke setiap kabupaten/kota dan 3,5% diberikan kepada kabupaten/kota yang mencapai target penerimaan sektor pedesaan dan perkotaan);
  • 16,2 % (enambelas koma dua persen) untuk propinsi;
  • 64,8 % (enampuluh empat koma delapan persen) untuk kabupaten/kota.
  • 9 % (sembilan persen) untuk biaya pungut (diberikan kepada kabupaten/kota, propinsi, dan Ditjen Pajak)
 
J. PENGURANGAN (250304 )  
1.  Kepada siapa pengurangan PBB dapat diberikan ?
Pengurangan PBB yaitu pemberian keringanan pembayaran PBB yang terutang atas Objek PBB dapat diberikan kepada :
  • Wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu Objek PBB yang ada hubungannya dengan Subjek PBB dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu :
  • o lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi;
  • o Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat disebabkan karena adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan;
  • o Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiun, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
  • o Objek PBB yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
  • o Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan;
Pemberian pengurangan dapat diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.  
  • Wajib Pajak Orang Pribadi dalam hal objek PBB terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit, dan hama tanaman.
Untuk kondisi Wajib Pajak ini dapat diberikan pengurangan sampai dengan 100% (seratus persen).
  • Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan termasuk janda/dudanya.
Pemberian pengurangan ditetapkan 75% (tujuh puluh lima persen), akan tetapi bagi janda/dudanya telah menikah lagi diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.  
2.  Bagaimana tata cara pengajuan permohonan pengurangan   PBB ?
  • Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB yang menerbitkan SPPT/SKP dengan menyebutkan persentase pengurangan yang diminta.
  • Pengajuan permohonan dilakukan dengan ketentuan :
  • o Untuk ketetapan PBB s/d Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) dapat diajukan secara perseorangan atau kolektif (melalui Kepala Desa/Lurah dan diketahui oleh Camat).
  • o Untuk ketetapan PBB di atas Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) harus diajukan oleh WP yang bersangkutan dengan melampirkan :
  • 1). fotokopi SPPT/SKP PBB Tahun Pajak yang dimohonkan;
  • 2). fotokopi STTS tahun pajak terakhir;
  • 3). fotokopi KTP/SIM/Tanda Pengenal Diri lainnya.
  • o Untuk WP Badan, melampirkan fotokopi :
  • 1). SPPT/SKP PBB tahun yang dimohonkan;
  • 2). fotokopi STTS tahun pajak terakhir;
  • 3). SPT PPh tahun terakhir;
  • 4). Laporan Keuangan Perusahaan.
  • o Untuk Objek Pajak yang terkena bencana alam, hama tanaman dan sebab lain yang luar biasa dan bersifat massal diajukan oleh Kepala Desa/Lurah dengan diketahui oleh Camat dengan mencantumkan nama-nama Wajib Pajak yang dimohonkan pengurangannya dengan mempergunakan formulir yang telah ditentukan.
  • Permohonan diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak SPPT/SKP diterima Wajib Pajak atau terjadinya bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa.
  • Pengurangan atas SKP hanya dapat diberikan atas pokok ketetapan PBB terutang;
  • Apabila batas waktu pengajuan tersebut tidak dipenuhi, maka permohonannya tidak diproses, dan Kepala KPPBB yang bersangkutan harus memberitahukan secara tertulis kepada WP/Kepala Desa/Lurah, disertai penjelasan seperlunya.
  3.  Apa kriteria pengajuan permohonan pengurangan PBB ?
  • Pengurangan PBB untuk masing-masing kabupaten/kota hanya diberikan untuk 1 (satu) objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak;
  • Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan lebih dari 1 (satu) objek PBB maka objek yang dapat diajukan permohonan pengurangan adalah objek PBB yang menjadi tempat domisili Wajib Pajak;
  • Dalam hal Wajib Pajak yang memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan lebih dari 1 (satu) objek PBB adalah Wajib Pajak Badan, maka objek yang dapat diajukan permohonan pengurangan adalah salah satu objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak.
 
K. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PBB  (250304 )  
1.  Dalam hal apa terjadi kelebihan pembayaran PBB ?
Kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terjadi dalam hal pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) lebih besar dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.  
2.  Apakah penyebab terjadinya kelebihan pembayaran PBB ?
  • Perubahahan peraturan;
  • Surat Keputusan Pemberian Pengurangan;
  • Surat Keputusan Penyelesaian Keberatan;
  • Putusan Banding;
  • Kekeliruan pembayaran.
3.  Bagaimanakah perlakuan atas kelebihan pembayaran PBB ?
Kelebihan Pembayaran PBB dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak (restitusi), diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, atau disumbangkan kepada Negara.        
4.   Bagaimana tata cata pengajuan permohonan atas kelebihan pembayaran    PBB ?
  • WP mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menyebutkan jumlah kelebihan pembayaran disertai alasan yang jelas kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala KPPBB yang menerbitkan SPPT/SKP/STP.
  • Surat permohonan disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat;
  • Surat permohonan dilampiri dengan dokumen yang berkaitan dengan Objek Pajak yang dimohonkan berupa:
  • - fotokopi SPPT/SKP/STP dan Surat Keputusan Keberatan/Banding dan/atau Surat Keputusan pemberian pengurangan;
  • - Asli Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB.
  5.   Dalam jangka waktu maksimal berapa lama KPPBB harus memberikan jawaban atas surat permohonan dari Wajib    Pajak ?
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak harus diterbitkan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap dari Wajib Pajak. Apabila dalam jangka waktu tersebut surat keputusan tidak diterbitkan maka permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan.  
6.   Apakah bentuk Surat Keputusan yang dapat diterbitkan atas pengembalian kelebihan pembayaran PBB ?
Kepala KPPBB atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan :
  • Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak PBB (SKKPP PBB), apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang;
  • Surat Pemberitaan (SPb), apabila jumlah PBB yang dibayar sama dengan jumlah PBB yang seharusnya terutang;
  • Surat Ketetapan Pajak (SKP), apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata kurang dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.
  7.   Dalam jangka waktu maksimal berapa lama Kepala KPPBB harus menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak PBB (SPMKPPBB)?
Kepala KPPBB harus menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak PBB (SPMKPPBB) dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKKPPPBB. Dalam hal KPPBB terlambat menerbitkan SPMKPPBB, maka WP diberikan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan sampai dengan diterbitkannya SPMKPPBB.   L. LAIN-LAIN (250304 )  
1.   Siapakah yang dimaksud Pejabat yang berkaitan dengan Objek PBB ?
Pejabat yang tugas pekerjaannya berkaitan langsung dengan objek PBB adalah : Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).      
2.   Apa kewajiban Pejabat ?
Pejabat yang dalam jabatannya atau tugas pekerjaannya berkaitan langsung dengan objek pajak, wajib :
  • menyampaikan laporan bulanan mengenai semua mutasi dan perubahan keadaan objek PBB secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek PBB;
  • memberikan keterangan yang diperlukan atas permintaan Direktorat Jenderal Pajak.

3.   Selain Pejabat dimaksud siapakah yang mempunyai kewajiban untuk memberikan keterangan yang ada hubungannya dengan  objek PBB ?
      Pejabat lain yang ada hubungannya dengan objek PBB yang mempunyai kewajiban memberikan keterangan adalah Lurah atau Kepala Desa, Pejabat Dinas Tata Kota, Pejabat Dinas Pengawasan Bangunan, Pejabat Agraria, Pejabat Balai Harta Peninggalan..  
4.   Bagaimana seandainya pejabat dimaksud terikat dengan rahasia jabatan yang harus dipegang sehubungan dengan penyampaian keterangan yang ada hubungannya dengan  objek PBB ?
      Dalam hal pejabat dimaksud terikat oleh kewajiban untuk memegang rahasia jabatan, kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan sepanjang menyangkut pelaksanaan Undang-undang PBB.  
5.   Apa sanksi bagi Pejabat yang tidak menyampaikan laporan ?
Pejabat yang tidak memenuhi kewajiban dapat dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain : Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Staatsblad Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris.

0 komentar:

Posting Komentar