Jumat, 30 Desember 2011

Bahwa lima tahun setelah UU (No. 23 tahun 2006) diterbitkan kita harus menginformasikan kepada publik tentang ketersedian nomor induk kependudukan," kata Menteri dalam Negeri, Gamawan Fauzi, dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (27/12).

NIK tersebut nantinya akan digunakan dalam setiap dokumen kependudukan warga negara. Oleh karena itu, proses penerbitan NIK ini akan terus berjalan. "Karena warga ada yang pindah, ada juga yang lahir, maka yang bersangkutan harus mengurusnya," lanjut dia.

Terkait penerbitan itu, Gamawan mengimbau kepada warga yang belum memiliki NIK agar dapat mendatangi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di daerah masing-masing. "Karena sudah disediakan," lanjutnya.

Salah satu pemakaian NIK yang pasti adalah di e-KTP yang sekaligus membawa berita buruk. Bagaimana tidak, target awal terekamnya 67 juta e-KTP di 197 kabupaten/kota pada tahun 2011 ternyata meleset. "Hari ini sudah terekam sebanyak 31 juta (e-KTP)," tutur Gamawan.

Namun, Menteri tidak mau berputus asa karena 35 juta e-KTP setidaknya diperkirakan terekam hingga 2011 berakhir. Selain itu, harapan target selesai pada tahun mendatang masih tetap dipegang.

"Diharapkan akhir Desember 2012 172 juta e-KTP sudah kita terbitkan ke WNI yang berhak memiliki e-KTP. Mudah-mudahan tercapai," harap dia.

Penyelesaian di 300 kabupaten/kota merupakan PR dari proyek e-KTP di tahun 2012 hingga target tersebut baru dapat dicapai. Untuk itu, Gamawan mengharapkan partisipasi masyarakat serta pelayan yang maksimal dari petugas di daerah.

"Karena ada daerah yang terpencil, yang sulit dijangkau. Kemudian, yang harus dikunjungi silahkan dikunjungi ke seluruh pelosok Indonesia sehingga seluruh warga negara Indonesia dapat terlayani dengan baik," tutur Gamawan.
Sumber: Berita Depdagri @ http://depdagri.go.id

Pemkab Sumedang Jajaki Kerja Sama Lintas Wilayah



SUMEDANG,Pemerintah Kabupaten Sumedang menjajaki kerja sama lintas wilayah, khususnya yang berbatasan dengan Kabupaten Sumedang. Kerja sama lintas wilayah sangat diperlukan terutama dalam menyikapi berbagai pembangunan strategis seperti jalan Tol Cisumdawu, pembangunan Waduk Jatigede, pembangunan Aero City di Majalengka, dan pembangunan-pembangunan strategis lainnya yang ada di daerah masing-masing.

Hal tersebut diungkapkan Bupati Sumedang, Dr. H. Don Murdono, S.H., M.Si., melalui Sekda Kab. Sumedang, H. Atje Arifin Abdullah, S.H., M.Si., pada saat workshop dan ekspo Perencanaan Kerja Sama Lintas Wilayah di Hotel Puri Khatulistiwa, Jatinangor, Kab. Sumedang, belum lama ini.

"Berbagai rencana pembangunan strategis yang sedang dikembangkan, tentunya perlu disikapi secara komprehensif oleh semua pihak. Mulai dari tahapan perencanaan, pembangunan, sampai pasca pembangunannya sehingga tidak menimbulkan dampak sosial dan lingkungan di masa yang akan datang," ujar Don Murdono.

Menurut Don Murdono, kerja sama lintas wilayah ini didasari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Mengacu pada pasal 195 undang-undang tersebut, kerja sama dimaksud adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerahnya masing-masing didasarkan pertimbangan efisiensi, sinergi, dan saling menguntungkan.
Kerja sama lintas wilayah ini, menurut Sekretaris Daerah H. Atje Arifin Abdullah, S.H., S.I.P., M.Si., lebih dititikberatkan pada kabupaten yang berada di wilayah timur utara Provinsi Jawa Barat. Ini bukan berarti kerja sama dengan kabupaten yang berada di wilayah barat Kab. Sumedang tidak penting, tetapi kerja sama wilayah dengan kabupaten yang berbatasan dengan Sumedang di wilayah barat telah digarap Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui kawasan Bandung Metropolitan Area.

Terkait Pengelolaan DBH Diharapkan Transparan

JATINANGOR,okoh masyarakat sekaligus Ketua DPC Angkatan Muda Indonesia Bersatu (AMIB) Kab. Bandung, Yus Sugianto mendesak pemerintah terkait yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan dana bagi hasil (DBH) yang dihasilkan sejumlah perusahaan di Kab. Bandung, khususnya di wilayah Kec. Ibun agar bersikap transparan. Termasuk dalam proses pembagiannya.

"Jangan sampai masyarakat yang berada di daerah penghasil, bantuan DBH-nya sama dengan desa atau kecamatan lain yang ada di Kab. Bandung," kata Yus saat mendampingi para siswa SD, SMP, SMA, dan SMK pada cerdas cermat 4 pilar kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), di Aula Kompleks Perumahan Caringin, Garden Residence Desa Cikeruh, Kec. Jatinangor, Kab. Sumedang, Kamis (29/12).

Menurut Yus, kesamaan dana DBH, seperti untuk Kec. Ibun yang berada di kawasan penghasil energi panas bumi panas maka hal itu dinilai tidak adil. Bahkan Yus berharap DBH untuk masyarakat di kecamatan tersebut lebih besar dari kecamatan lainnya.

"Pembagian dana DBH yang lebih besar dari kecamatan lain, tentunya akan meningkatkan pembangunan dan kesejateraan bagi masyarakat setempat," katanya.

Ia berharap tenaga kerja yang direkrut di antaranya warga setempat. "Jangan sampai warga hanya jadi penonton, sementara tenaga kerjanya kebanyakan orang luar. Pokoknya, warga setempat harus lebih didahulukan. Dengan harapan, masyarakat Ibun lebih maju," katanya.

Ia mengatakan, berdasarkan informasi di lapangan, dana DBH yang digulirkan melalui program pembangunan di desa-desa itu mencapai ratusan juta rupiah. "Minimal dengan adanya pengguliran dana Rp 1 miliar untuk satu desa di Kec. Ibun dari dana DBH tersebut, pembangunan masyarakat akan lebih berkembang. Tidak seperti saat ini, warga Ibun banyak yang masih miskin. Padahal Ibun penghasil energi panas bumi terbesar di Pulau Jawa," katanya.

Selain pembagian dana DBH, Sugianto juga mengharapkan dana corporate social responsibility (CSR) bisa lebih maksimal. Pasalnya, CSR merupakan hak masyarakat sebagai warga yang ada di sekitar perusahaan. "Dana CSR itu hak masyarakat langsung. Dana tersebut bisa digunakan untuk pembangunan sosial kemasyarakatan," katanya.

Kamis, 29 Desember 2011

JATINANGOR-Sejumlah siswa SD, SMP dan SMA ditanyai satu per satu oleh anggota DPR RI Ajeng Ratna Sumirat dalam Cerdas Cermat 4 Pilar Kebangsaan di Perum Caringin Garden Jatinangor, Kamis (29/12). Umumnya, Ajeng menanyai 3 orang siswa dan siswi SMA. Mereka ditanyai seputar Pendidikan Kewarganegaraan.

"Tadi saya banyak ditanya tentang Pancasila dan Indonesia. Nama-nama ibukota provinsi juga ditanyai. Ada yang terjawab ada juga yang enggak. Setelah beres, ada hadiahnya, tempat pensil, baju koko, buku sama uang Rp 10 ribu," ujar Shania Oktarina, siswi SMK An Nur Kecamatan Ibun.

Terkait hal itu, Ajeng berharap, poin-poin dalam 4 pilar itu tidak hanya diketahui secara nalar, namun juga bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
SUMEDANG,Para kepala bagian dan staf kantor lingkup Sekretariat Daerah (Setda) Kab. Sumedang, Kamis (29/12) mulai sibuk memindahkan barang dan dokumen pekerjaannya ke gedung baru Pusat Pemerintahan Kab. Sumedang, di Jalan Prabu Gajah Agung, Kel. Situ, Kec. Sumedang Utara, masih di kawasan Sumedang kota. Bahkan, sejumlah staf di beberapa bagian lingkup Setda Sumedang Kamis siang sudah mulai aktif menggarap bidang pekerjaannya di gedung baru tersebut.
Sementara itu, aktivitas perkantoran bupati dan wakil bupati, sekda, serta para assiten, hingga Kamis (29/12) masih tetap berada di lingkungan kantor lama komplek Gedung Negara di Jalan Prabu Geusan Ulun, Sumedang. "Pak Bupati, Pak Wakil, dan Pak Sekda, serta seluruh bagian di lingkup Setda Sumedang, secara efektif akan pindah kantor ke gedung baru ini pada tanggal 2 Januari 2012," kata Kepala Bagian Umum Setda Sumedag Ari Kusnadi, yang sedang berada di gedung baru tersebut, Kamis (29/12).
Proses pemindahan barang dan dokumen dari seluruh bagian dari seluruh bagian lingkup Setda Sumedang kantior lama ke gedung baru itu, mulai berlangsung sejak Kamis (29/12) pagi. Malahan, karyawan beberapa bagian di antaranya sudah mendahului memindahkannya mengisi ruangan yang telah diatur sebelumnya di gedung baru tersebut sejak Rabu (28/12) malam.
Namun, hingga Kamis sore proses pemindahan dan penataan barang-barang serta dokumen dari kantor lama ke gedung baru tersebut, belum selesai. Kepala Bagian Umum Ari Kusnadi, dan Kepala Bagian Pemerintahan Setda Sumedang, memperkirakan proses pemindahan dan penataan barang serta perangkat pendukung kerja di setiap ruangan gedung baru itu, bisa memakan waktu dua sampai empat hari.
Akan tetapi mereka menyakinkan, seluruh aktivitas pekerjaan kantor di lingkup Setda Sumedang tidak akan sampai ada yang terhambat karena proses tersebut. "Pada hari ini pun, para karyawan Setda tetap aktif menggarap bidang pekerjannya masing-masing," kata Ari Kusnadi.
Sementara itu, untuk menjaga keamanan barang-barang serta dokumen yang sudah dipindahkan ke gedung baru tersebut, Pemkab Sumedang mulai Kamis (29/12) telah menambah personel penjaga keamanan gedung baru itu. Gedung baru untuk Pusat Pemerintahan Kab. Sumedang yang sedianya hanya dijaga oleh seorang Satpam, mulai Kamis telah dilengkapi satu regu piket giliran anggota Satuan Polisi Pamong Praja.

DPW PAN Belum Usung Balongub

JATINANGOR,Pengurus DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Jawa Barat hingga kini belum menentukan bakal calon (balon), baik untuk gubernur (Jabar 1) maupun wakil gubernur (Jabar 2). Namun bukan hal yang mustahil setiap balongub yang diusung kader PAN mendapat tempat di tengah masyarakat.

"Hingga kini DPW belum menentukan sikap, baik untuk balon Jabar 1 ataupun Jabar 2. Begitu juga untuk balon Bupati Sumedang, meski banyak yang mendorong Ketua PAN Sumedang, Dudi Supardi untuk maju menjadi balonbup Sumedang," kata Wakil Ketua DPW PAN Jawa Barat, Aep Sulaeman, S.Sos., M.Si. saat ditemui "GM" pada Musyawarah Cabang (Muscab) III PAN Daerah Pemilihan (Dapil) I yang meliputi Kec. Jatinangor dan Kec. Cimanggung di Gedung Koperasi Indonesia, Jatinangor, Kab. Sumedang, Rabu (28/12).

Hadir pada kesempatan tersebut Ketua DPC PAN Kab. Sumedang, Dudi Supardi, S.T., Ketua Barisan Muda PAN Kab. Sumedang, Aji Mutaqien, dan puluhan kader PAN dari Jatinangor dan Cimanggung.

Menurut Aep, terkait pencalonan Jabar 1 dan Jabar 2 memang berbeda dengan pemilihan sebelumnya. Jauh-jauh hari PAN mengusung Dede Yusuf dan mendapat tempat di masyarakat. Namun di tengah perjalanan justru kini beralih ke partai lain, tentunya para kader banyak yang kecewa.

"Ujung tombak partai ada di kader, terutama di desa dan kecamatan. Tanpa mereka partai tidak akan besar. Sedangkan sikap DPW PAN Jabar hingga kini belum mengelus jagonya karena khawatir di tengah perjalanan tidak mementingkan roda partai, melainkan kepentingan diri sendiri," katanya.

Menyinggung figur yang akan diusung DPW PAN Jabar, Aep yang juga duduk di bidang pemenangan pemilu PAN menyatakan, pengurus belum memunculkan balon yang layak

Ratusan Warga Ikut Simulasi Tanggap Bencana

SUMEDANG,Ratusan anak-anak, remaja, dan orangtua, yang tergabung dalam Kelompok Masyarakat Siaga Bencana (KMSB) Desa Cigendel, Kec. Pamulihan, Kab. Sumedang, mengikuti kegiatan simulasi penanganan tanggap darurat bencana. Simulasi diselenggarakan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung, bekerja sama dengan Kementerian Sosial Republik Indonesia di lapangan desa setempat, Rabu (28/12).

Hadir dalam kegiatan tersebut, perwakilan dari Kementerian Sosial, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja (Dinsosnaker), Kab. Sumedang, Dra. Hj. Omay Heryani, M.M., Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Sumedang, Ir. H. Soenaryo Soehanda, M.Si., Camat Pamulihan, Bambang Riyanto S.S.T.P., M.Si., dan sejumlah tamu undangan lainnya.

Wakil Ketua Tim Pelaksana Program Peningkatan Kesiapan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana, Dr. Epi Supiadi, M.Si. didampingi Ketua Tim Penyelenggara, Nurjanah, yang ditemui di sela-sela kegiatan mengatakan, sebelum simulasi penanganan tanggap darurat dilaksanakan, ada beberapa proses yang harus dilalui. Pertama penentuan lokasi. Lokasi yang jadi prioritas dan sekaligus dijadikan sebagai pilot project adalah daerah kategori rawan bencana. Tahapan kedua assessment dan rekrutmen fasilitator sebanyak 30 orang.

Tahapan berikutnya, fasilitator yang sudah direkrut menjalani training of trainer untuk bisa memotivasi dan memobilisasi masyarakat, saat terjadi bencana. Hingga akhirnya dari rangkaian tahapan itu, terbentuklah Kelompok Masyarakat Siaga Bencana (KMSB).

"Jadi simulasi penanganan tanggap darurat ini, merupakan bagian dari tahapan pengembangan sumber daya manusia (SDM), khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana," paparnya.

Adapun pertimbangan yang melatarbelakangi dipilihnya Desa Cigendel sebagai lokasi kegiatan, desa tersebut masuk dalam kategori rawan longsor dan dekat dari kampus STKS. Di samping respons positif masyarakat dan unsur pemerintahan yang ada.

"Itu yang menjadi pertimbangan kegiatan ini dilaksanakan di sini. Dan mengapa program ini dilaksanakan oleh STKS, semangatnya adalah kami dari perguruan tinggi, ingin membuat suatu model untuk penanggulangan. Di samping itu, STKS juga memiliki Pusat Kajian dan Pusat Layanan Bencana dan Pengungsi," terangnya.

Rabu, 28 Desember 2011

Tumpukan Sampah Kembali Hiasi Jatinangor

JATINANGOR,Tumpukan sampah di wilayah Jatinangor, Kab. Sumedang, kembali menghiasi beberapa sudut kawasan pendidikan tersebut. Di antaranya di gapura perbatasan Kab. Sumedang-Kab. Bandung dan lahan milik kampus ITB.

Pemantauan "GM", Selasa (27/12), sebelumnya sampah di dua titik itu sempat dibersihkan Komunitas Pengelola Sampah Jatinangor (KPSJ). Namun kini sampah tersebut kembali menumpuk. "Jatinangor kini benar-benar telah dihiasi sampah," kata Nugraha (25), salah seorang warga Jatinangor kepada "GM".

Menurut Nugraha, tumpukan sampah tersebut terlihat setelah pagi. Kemungkinan orang yang membuang sampah tersebut dari luar Jatinangor. "Memang kawasan Jatinangor banyak sampah. Sebelumnya tumpukan sampah itu bisa ditangani pihak KPSJ, namun entah kenapa kini Jatinangor kembali jadi lautan sampah," kata Nugraha.

Ia mengungkapkan, pihaknya sangat menyayangkan tidak ada kepedulian dari unsur terkait terutama dari kantor Kec. Jatinangor. "Kita tidak mengerti, meski di Jatinangor ada KPSJ, namun aparat kecamatan tidak pernah turun tangan untuk menangani tumpukan sampah tersebut," kata Nugraha yang juga mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Jatinangor ini.

Nugraha berharap aparat kecamatan memberi contoh kepada warga. Apalagi, lanjutnya, Jatinangor telah memiliki KPSJ. "Sangat disayangkan keberadaan KPSJ yang peduli sampah seakan tidak mendapat dukungan dari pemerintah setempat," katanya.

Sementara itu, pengurus KPSJ melalui sekretarisnya, Enceng Syarif menyatakan, keberadaan sampah yang berada di beberapa sudut Jatinangor di luar kendalinya. Namun, menjadi kewajiban KPSJ bila melihat sampah segera diangkut. "Sampah yang ada di pinggir jalan di luar kendali kita, mengingat banyak dibuang secara tiba-tiba, dan tidak diketahui siapa yang membuangnya," kata Enceng.

Menurutnya, pihaknya juga kini menghadapi kendala cukup besar yakni tidak bisa digunakannya tempat pembuang sampah (TPS) IPDN untuk membuang sampah karena ada perbaikan jalan masuk ke lokasi. "Saya akui, saat ini pembuangan sampah agak terganggu akibat TPS yang biasa digunakan untuk sementara ditutup," ujar Ceceng.

Menurutnya, keberadaan KPSJ bukan untuk membebaskan Jatinangor dari sampah, melainkan membantu pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran. "Kehadiran KPSJ salah satunya mengurangi pengangguran yang kini menjadi masalah terbesar yang dihadapi Jatinangor," katanya.

Selasa, 27 Desember 2011

Pelayanan Akademis Unpad di Jatinangor

BLK. FACTORY,Terhitung 3 Januari 2012, seluruh pelayanan akademis dan kegiatan Rektorat Universitas Padjadjaran (Unpad) dipindahkan dari kampus Jln. Dipati Ukur ke kampus Jln. Jatinangor, Kab. Sumedang.

"Begitu pula dengan aktivitas perkuliahan mahasiswa, meski belum seluruhnya akan dipindahkan ke kampus Jatinangor," ucap Kepala UPT Humas Unpad, Weny Widyowati, Senin (26/12).

Ia mengatakan, saat ini sesuai dengan yang dijadwalkan yakni pada minggu ke-3 dan minggu ke-4 semua unit di Unpad sedang berbenah untuk pindah. Pasalnya, operasional rektorat dan pelayanan akademis akan kembali berjalan normal pada 3 Januari dengan dipusatkan di Jatinangor.

"Yang pertama akan pindah dan mulai beroperasi pada 2012 adalah bagian umum, kepegawaian, sampai kemahasiswaan yang pindah ke sana," ucapnya.

Sementara untuk administrasi dan perkuliahan mahasiswa, ia menyatakan, akan dilakukan secara bertahap. Saat ini di kampus Jatinangor telah dilakukan penambahan pembangunan empat gedung baru, terdiri atas dua gedung untuk Fakultas Farmasi, satu untuk Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan sisanya untuk Fakultas Teknik Geologi. Direncanakan, perkuliahan di semua prodi yang asalnya berada di kampus Dipati Ukur akan berkumpul semua di Jatinangor.

Dengan kepindahan tersebut, maka hanya gedung 1 saja yang masih beroperasi. Sementara tiga gedung lainnya, yakni gedung 2, 3, dan 4 akan dikosongkan.

"Mengenai pemanfaatannya untuk apa, masih dibicarakan dengan konsultan perencana. Tetapi yang pasti akan dilakukan revitalisasi," ujarnya.

Kepala Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga Unpad, Edward Henry menambahkan, dengan kepindahan ini maka aktivitas perkantoran di gedung 3 dan 4 kampus Unpad Dipati Ukur serta kantor Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unpad di Jln. Banda No. 40 akan ditiadakan. Untuk di Jatinangor, akan dibangun penambahan untuk ruang arsip yang direncanakan memiliki luas 1.000 m2.

Sumedang Bakal Berswasembada Ikan

SUMEDANG,Pemerintah Kabupaten Sumedang, bakal berswasembada ikan dan menjadi salah satu daerah pemasok ikan terbesar di Jawa Barat saat Waduk Jatigede rampung dan dioperasikan. Untuk menuju ke arah sana, pemerintah kini sudah mengambil ancang-ancang. Di antaranya dengan mempersiapkan sumber daya manusia melalui berbagai kegiatan pelatihan kewirausahaan budi daya ikan.

"Pelatihan yang kita berikan, meliputi budi daya pembesaran dan pembenihan," kata Kepala Bidang Perikanan pada Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kab. Sumedang, Yaya Sumarya, S.Pi. kepada "GM" di ruang kerjanya, baru-baru ini.

Potensi yang ada saat ini, produksi ikan yang dihasilkan masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani ikan, baru mencapai sekitar 5.280 ton per tahun. Angka produksi itu meningkat dari tahun sebelumnya, yang hanya sekitar 4.500 ton per tahun. Ada jenis ikan yang cocok dikembangkan oleh petani ikan di Sumedang, yaitu nila, mas, dan lele. Ketiga jenis ikan tersebut memiliki nilai ekonomis yang cukup menguntungkan untuk dikembangkan dalam skala usaha yang luas.

"Dari dulu, masyarakat sebenarnya sudah terbiasa memelihara ikan, baik di kolam, empang ataupun sawah. Hanya saja, skalanya sangat kecil atau sekadar untuk kebutuhan konsumsi keluarga. Nah, kebiasaan masyarakat seperti itu, menjadi modal dasar untuk diarahkan pada pembudidayaan perikanan skala usaha," paparnya.

Pada dasarnya, semua wilayah yang ada di 26 kecamatan di Kabupaten Sumedang memiliki potensi untuk mengembangkan budi daya ikan.

"Dulu ada pemahaman yang keliru. Di mana kalau ingin memelihara ikan, harus di lokasi yang berdekatan dengan sungai, irigasi atau selokan. Padahal sebenarnya air bukan jadi kendala utama, karena kebutuhan air bisa diusahakan dari air sumur, air hujan, dan potensi lainnya," katanya.

Pilgub 2013, Gatot Siap Bertarung

JATINANGOR,Bakal calon (balon) Gubernur Jabar dari PDI Perjuangan (PDI-P), Gatot Cahyono menyatakan siap untuk maju dan bertarung pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar tahun 2013.

"Saya optimistis, kader PDI-P dari berbagai kalangan siap mendukung saya untuk menjadi balon Gubernur Jabar periode mendatang," kata Gatot Cahyono yang juga menjabat Ketua DPD PDI-P Jabar Bidang Politik dan Hubungan Antarlembaga kepada wartawan di Jatinangor, Kab. Sumedang, Senin (26/12).

Menurut Gatot, pihaknya optimis setiap kader PDI-P dari daerah lebih mengetahui keberadaan Jawa Barat dan menjadi dasar DPP PDI-P menentukan siapa yang dicalonkan pada momen demokrasi itu.

Sebagaimana informasi, jadwal pengembalian formulir cagub dari kalangan internal PDI-P berakhir akhir Desember ini. Pengambilan formulir boleh dikuasakan, namun saat pengembalian harus oleh calon yang bersangkutan.

Seperti kader PDI-P dari pusat Rieke Diah Pitaloka atau "Oneng", saat pengambilan fomulir dilakukan asisten pribadinya, sedangkan saat pengembalian harus oleh yang bersangkutan, tidak boleh diwakilkan. "Saya juga telah mengembalikannya secara langsung dan diterima Pak Rudi Harsa," kata Gatot.

Menyinggung sejumlah kader PDI-P yang maju sebagai balon gubernur, terutama yang kini menduduki jabatan bupati, Gatot menyatakan, apa pun keputusan DPP tentu semua harus patuh pada kebijakan DPP.

Sementara jumlah kader yang mendaftar, selain Gatot, juga Eep Hidayat (Bupati Subang), Aang Hamid (Bupati Kuningan), Dedi Supardi (Bupati Cirebon), Don Murdono, (Bupati Sumedang), anggota DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, dan Wakil Ketua DPD PDI-P, Gatot Cahyono yang merupakan orang pertama mengembalikannya.

Polsek Jatinangor Siaga Penuh

JATINANGOR,Setelah pengamanan Natal di sejumlah tempat di wilayah hukum Polsek Jatinangor, sejumlah petugas Polsek Jatinangor kini fokus dan siaga penuh dalam pengamanan Tahun Baru. Sebelumnya pengamanan Natal, misalnya di gereja lingkungan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), tergolong kondusif.

Demikian disampaikan Kapolres Sumedang, AKBP Arman Achdiat melalui Kapolsek Jatinangor, Kompol Nana Sumarna kepada wartawan di sela-sela pemantauan Operasi Lilin tahun 2011 di pos gatur Unpad, Jatinangor, Senin (26/12).

Menurut Kompol Nana, menjelang Natal, anggotanya telah melakukan sterilisasi di sejumlah gereja dengan mempergunakan metal detector. Natal dapat diikuti secara khidmat dan lancar tanpa ganguan berarti. Meski demikian, petugas tetap melaksanakan pengamanan hingga Tahun Baru.

Nana menyatakan, kawasan Jatinangor termasuk salah satu tempat strategis di Kab. Sumedang untuk mengisi pergantian tahun. Selain Kota Sumedang, kawasan Jatinangor menjadi pilihan tersendiri warga untuk merayakan pergantian tahun.

"Kita berharap para petugas dapat melaksanakan pengamanan hingga menjelang akhir kegiatan Operasi Lilin tanpa hambatan berarti. Kami pun meminta sejumlah pihak, terutama masyarakat Jatinangor agar turut serta dalam menjaga keamanan pergantian tahun," katanya.

Selain itu, lanjut Nana, pihaknya tidak mau kecolongan pada malam pergantian tahun. Jajaran Polsek jatinangor telah siaga penuh dalam mengamankannya.

Sabtu, 24 Desember 2011

Biaya Lelang Lebih Hemat dan Transparan

SUMEDANG, Biaya operasional transaksi lelang dapat dikurangi menyusul ditetapkannya Layanan Pengadaan Barang Secara Elektronik (LPSE). Mulai 2012, proses lelang dilakukan secara online.

"Dengan LPSE, biaya operasional transaksi dapat dikurangi secara signifikan karena tidak diperlukan lagi penyerahan dokumen fisik dan proses administrasi yang memakan waktu dan biaya," kata Bupati Don Murdono seusai acara peluncuran LPSE di Gedung Negara, Jumat (23/12).

Orang nomor satu yang segera mengakhiri tugas sebagai bupati pada 2013 ini mengatakan LPSE bisa mencegah penyimpangan dalam transaksi. "Dalam sistem ini panitia pengadaan tidak bisa bertemu langsung dengan penyedia barang dan jasa tapi hanya melalui internet saja," katanya.

Karena itu, kata dia, persaingan tidak sehat dapat dihindari dan diharapkan panitia lelang dapat meningkatkan kinerja, efektivitas, dan transparansi dalam pengadaan barang dan jasa.

Don mengharapkan agar para pengusaha penyedia barang dan jasa turut mempelajari mekanisme yang baru tersebut. "Jangan sampai pemerintah mengadakan pengumuman di internet tapi karena tidak menguasai teknologi informasi jadi tidak ada yang masuk," ujar Bupati.

Proyek Kantor Kecamatan Molor

SUMEDANG,Pekerjaan proyek pembangunan kantor Kec. Tanjungmedar, Kab. Sumedang dengan nilai kontrak lebih dari Rp 1,1 milyar, yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) dengan pelaksana CV Kutamaya ternyata molor.

Sesuai kontrak, proyek tersebut sudah harus rampung per 12 Desember lalu. Molornya pekerjaan itu menjadi temuan pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia, yang sedang melakukan audit penggunaan anggaran di Kab. Sumedang, termasuk Dinas Pekerjaan Umum setempat.

Berdasarkan keterangan yang dihimpun "GM", Jumat (23/12) dari Dodi, petugas pengawas proyek, keterlambatan disebabkan beberapa faktor. Di antaranya cuaca yang kurang bersahabat, seperti curah hujan yang relatif tinggi hampir setiap hari.

Selanjutnya, mobilisasi pembelian material yang dibutuhkan untuk pelaksanaan proyek yang sangat jauh dari lokasi kegiatan dan sempat tersendat. "Pasokan material ke lokasi sempat tersendat. Hal ini terjadi karena Direktur CV Kutamaya yang bertanggung jawab atas kelangsungan pekerjaan di lapangan naik haji. Sementara orang yang diberi kepercayaan tidak memegang uang dalam jumlah cukup," ujar Dodi.

Akibatnya CV Kutamaya dikenai sanksi berupa denda, sekitar Rp 1,3 juta/hari. Denda yang harus disetor ke kas negara itu, dihitung sejak habis masa kontrak hingga tenggang waktu penyelesaian tunggakan pekerjaan, sampai 28 Desember nanti.

"Kewajiban membayar denda ini, merupakan hasil pertemuan yang sudah dilakukan antara pihak rekanan dan direksi (penyelenggara kegiatan, red). Sanksi ini diberikan, karena pihak rekanan, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Dari hasil evaluasi di lapangan, volume pekerjaan yang sudah dilaksanakan oleh yang bersangkutan, diperkirakan baru mencapai 80%," kata Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Kab. Sumedang, Ir. Deni Rifdriana, M.M.

Aturan Sertifikasi Dipertanyakan

CICALENGKA,Sejumlah guru honorer yang mengajar di SD negeri di Kab. Bandung mempertanyakan kebijakan pemerintah dalam menerapkan peraturan sertifikasi. Sebab ada wacana yang berkembang di lapangan, mereka yang bisa melewati proses sertifikasi hanya para guru honorer yang mengajar di bawah binaan atau status yayasan (swasta).

"Namun itu bertolak belakang dengan Undang-Undang (UU) No. 15/2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU itu dijelaskan, semua guru honorer harus disertifikasi sehingga menjadi guru profesional dan memiliki keahlian di bidangnya," kata Sekretaris Umum Forum Honorer Indonesia, Drs. Ahmad Lutfi ketika menghubungi "GM" di Cicalengka, Jumat (23/12).

Namun di lain pihak, imbuh Ahmad, berdasarkan informasi yang berkembang di lapangan, para guru honorer yang mengajar di SDN tidak bisa mengikuti proses sertifikasi. "Di lapangan, ada guru honorer yang mengajar di sekolah negeri sudah disertifikasi dan menerima dana sertifikasi. Katanya, dana sertifikasi itu harus dikembalikan kepada pemerintah. Dengan adanya persoalan itu, sejumlah guru honorer yang sudah melewati proses sertifikasi menjadi bingung dan waswas. Bahkan, kami sendiri merasa kurang paham dengan aturanan itu. Sehingga pemerintah harus menjelaskannya kepada publik, terutama kepada para guru honorer," kata seorang guru honorer yang mengajar pendidikan agama Islam di SDN Pinggirsari II Kec. Kertasari, Kab. Bandung.

Ahmad mengatakan, jika ada isu yang berkembang menyebutkan, guru honorer yang mengajar di sekolah negeri tidak bisa mengikuti sertifikasi, lantas buat apa dilakukan pendidikan dan latihan profesi guru. Sementara biayanya saja Rp 4 juta/orang dalam kurun waktu 10 hari.

"Kami juga mengharapkan ada penjelasan dari pemerintah terkait. Sebab UU No. 15/2005 itu, berlaku bagi semua guru, baik PNS, guru honorer, guru umum, guru kelas ataupun guru pendidikan agama Islam," katanya.

Sumedang Tawarkan Investasi Rp 3,5 T

JATINANGOR,Pemkab Sumedang tengah berusaha menaikkan kinerja perekonomian dengan mempertemukan pemerintah dan investor. Mengingat tingkat kinerja perekonomian Kab. Sumedang tahun 2011 hingga triwulan 3 mengalami penurunan sebesar 4,2 persen. Kinerja itu melambat dari tahun sebelumnya yang mencapai 4,71 persen, sedangkan nilai yang ditawarkan mencapai Rp 3,5 triliun.

Demikian pidato Bupati Sumedang Don Murdono yang dibacakan Wakil Bupati Sumedang, Taufik Gamawansyah di hadapan investor pada kegiatan temu bisnis investasi yang diselenggarakan Badan Penanaman Modal dan pelayanan Perizinan (BPMPP) Kab. Sumedang di Hotel Puri Khatulistiwa, Jatinangor, Rabu malam (21/12).

Menurut Don, Pemkab Sumedang sedang dalam usaha menaikkan kembali kinerja perekonomian dengan cara mempertemukan pemerintah dan investor. "Peluang investasi yang ditawarkan meliputi jasa, properti, wisata, air, pasar hingga energi panas bumi. Ada 13 peluang investasi yang ditawarkan. Nilainya mencapai Rp 3,5 triliun," ujarnya.

Menurut Bupati, guna mempermudah investasi, pihaknya menawarkan insentif berupa pengurangan, keringanan atau pembebasan pajak daerah, pengurangan atau pembebasan retribusi daerah, pemberian dana stimulan, belanja pemerintah, subsidi bunga, pemberian bantuan modal serta pemberian penghargaan kepada masyarakat atau swasta.

Menyinggung bentuk kemudahan yang diberikan, Pemda Sumedang akan menyediakan sarana prasarana berupa lahan dan lokasi, fasilitasi bantuan teknis hingga percepatan pemberian izin dan nonperizinan.

"Dari semua yang ditawarkan itu, Pemkab Sumedang berharap besarnya penyerapan tenaga kerja di wilayah Kab Sumedang, menambah potensi daerah hingga alih teknologi," katanya.

Di sisi lain, lanjut Bupati, pertumbuhan ekonomi Sumedang akan meningkat dan masyarakat tentunya akan diuntungkan. Maka pihak pemda memberikan komitmen untuk menjamin investor dalam bentuk kemudahan perizinan dan dukungan infrastruktur," katanya.

Sementara Kepala BPMPP Kab Sumedang, Ir. Yosep Suhayat mengatakan, temu bisnis investasi ini diharapkan membuat laju pertumbuhan ekonomi Kab. Sumedang meningkat mendekati angka 7-8 persen.

Jumat, 23 Desember 2011

PNS Setda Sumedang Mulai Sibuk Mengepak Barang

SUMEDANG, (PRLM).- Para pegawai di sejumlah bagian lingkup Sekretariat Daerah (Setda) Kab. Sumedang, dalam beberapa hari terakhir mulai sibuk mengepak barang di ruang kerjanya masing-masing. Kesibukan di sela waktu kerja, dilakukan mereka menyusul adanya rencana perpindahan kantor Bupati dan Setda Sumedang ke gedung baru Induk Pusat Pemerintahan (IPP) Kab. Sumedang pekan depan.
"Ini, persiapan saja, supaya nanti tidak tinggal diangkut ke IPP dan tidak sampai ada dokumen pekerjaan yang tertinggal atau hilang," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Setda Sumedang H. Tono Martono Setiawan yang sedang mengawasi pengepakan barang di ruang kantornya, Jumat (23/12).
Aktivitas pengepakan barang dan dokumen seperti di Bagian Humas, dalam beberapa hari terakhir juga sudah dilakukan para pegawai di ruang ruang kerja para asisten dan bagian lainnya. Barang-barang dan dokumen yang sudah di pak terbungkus karung, dus, dan bundelan itu, sebagian besar sudah ditumpuk di sudut-sudut ruangan kantor, siap diangkut.
Namun, sejauh ini persiapan pindah kantor itu tidak sampai mengganggu rutinitas kerja para pegawai. Malahan sarana mebelair serta perangkat pendukung kerja pegawai di setiap ruangan, seperti komputer dan mesin tik, belum ada yang digeser dari tempatnya dan masih dipergunakan aktif oleh para pegawai.
Kepala Bagian Umum Setda Sumedang Ari Kusnadi, ditemui "PRLM" Jumat (23/12) siang, menyebutkan, pemindahan mebelair, dokumen, dan seluruh perangkat pendukung kerja dari setiap ruangan di lingkup Setda Sumedang akan dilakukan sesuai rencana pada tanggal 29 Desember pekan depan. Termasuk memindahkan barang-barang dan perangkat pendukung kerja bupati, wakil bupati, dan sekretaris daerah (sekda).

Petugas Damkar Kurang Perhatian


SUMEDANG,Petugas Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pemadam Kebakaran, pada Dinas Pekerjaan Umum Kab. Sumedang, mengeluhkan minimnya perhatian yang diberikan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.

Perhatian yang dimaksudkan mereka menyangkut pemenuhan sarana pendukung kerja. Seperti jumlah mobil pemadam yang sesuai kebutuhan, tersedianya baju tahan api dan tahan panas yang memadai, serta kelengkapan lainnya.

"Misalnya, saat ini hanya ada dua unit mobil pemadam. Sedangkan wilayah pelayanan yang harus kami jangkau, luasnya mencapai 155.821 hektare, meliputi 26 kecamatan," terang Kepala UPTD Pemadam Kebakaran, Dudung Abdullah, kepada "GM" di ruang kerjanya, Kamis (22/12).

Dengan melihat cakupan wilayah pelayanan, sedikitnya diperlukan 26 unit mobil pemadam. Dalam teknisnya, mobil tersebut harus berada atau ditempatkan pada radius jangkauan pelayanan. Di mana sesuai prosedur tetap (protap), titik pelayanan harus mampu menempuh waktu 15 menit untuk bisa sampai lokasi kejadian (kebakaran).

"Nah dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada, pelayanan yang sudah berjalan selama ini, hasilnya tidak sesuai harapan dan masih jauh di bawah standar pelayanan minimum," katanya.

Kondisi yang terjadi ini, tidak lepas dari minimnya perhatian pemerintah termasuk DPRD. Indikasi ke arah itu semakin menguat, setelah beberapa kali usulan penambahan mobil pemadam, termasuk sarana pendukung lainnya, selalu mentok.

"Oleh sebab itu, jangan harap bisa menuntut perbaikan nasib petugas, yang mayoritas pegawai sukarelawan. Pasalnya, untuk kebutuhan yang sangat urgen saja tidak diperhatikan. Jika sudah seperti ini, lantas mau dibagaimanakan lembaga pemadam kebakaran ke depan," tandasnya.

Yang lebih miris lagi, dari jumlah 33 petugas pemadam kebakaran yang ada, baru dua orang saja yang memiliki sertifikat keahlian penanganan kebakaran. Hal itu, karena tidak adanya dukungan anggaran dari pemerintah untuk kegiatan diklat bagi sejumlah petugas, yang diselenggarakan oleh institusi terkait.

"Untuk mengikutsertakan petugas pada diklat penanganan kebakaran, kita selalu terbentur masalah biaya. Untuk satu orang petugas paling sedikit biaya yang dibutuhkan Rp 7,5 juta. Terlepas dari berbagai permasalah tadi, tentunya tidak akan menyurutkan semangat kami untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat," imbuhnya.

Pemkab Bandung Jangan Hambat KBT

CICALENGKA,Komite Independen Pengawasan Pembangunan dan Percepatan Pemekaran Kabupaten Bandung Timur (KIP4 KBT) berharap kepada Pemkab Bandung jangan menghambat rencana pembentukan Kab. Bandung Timur (KBT). Tadi ada alasan jika jajaran pejabat di Pemkab Bandung terus menghambat wacana pembentukan KBT tersebut.

"Wacana pembentukan KBT sudah ada dasar hukumnya, yaitu melalui sebuah amanat konsitusi Pansus II DPRD Kab. Bandung periode 2004-2009. Jadi, tidak ada alasan lagi jajaran Pemkab Bandung menghambat wacanan pembentukan KBT tersebut," kata Pembina KIP4 KBT, Nanang ketika dihubungi "GM" di Cicalengka, Kamis (22/12).

Nanang pun sangat berharap kepada Pemkab Bandung untuk memublikasikan hasil rekomendasi Pansus II tersebut. "Jangan sampai ada istilah ditunda-tunda dalam rencana pembentukan KBT tersebut. Pasalnya, sampai saat ini belum ada ekspos atau publikasi kepada masyarakat. Sementara hasil dari rekomendasi tersebut, menggunakan uang rakyat yang mencapai ratusan juta rupiah. Hasil pansus tersebut sudah diparipurnakan," katanya.

Dikatakannya, hasil audiensi KIP4 KBT dengan jajaran Komisi A DPRD Kab. Bandung yang juga dihadiri badan legislasi dan perwakilan komisi sekaligus fraksi di tingkat DPRD tersebut sudah menyatakan setuju dan mendukung rencana pemekaran KBT. "Namun ketika kami mau melakukan audiensi kembali dengan pimpinan dewan, dari pihak pimpinan dewan belum memberikan kesempatan dan waktu. Kami juga berharap, pihak Pemkab Bandung tidak menghambat pelaksanaan pemekaran KBT," katanya.

Terkait dengan gerakan percepatan KBT, KIP4 KBT pada 1 Januari 2012 berencana akan memasang 10.000 stiker bertuliskan "Bandung Timur Bergema" yang akan dipasang di semua mobil yang melintasi jalur wilayah timur Kab. Bandung.

Cabut moratorium

Dikatakan Nanang, selain berharap Pemkab Bandung tak menghambat wacana pembentukan KBT, pihaknya pun mendesak pemerintah pusat mencabut moratorium (penghentian sementara) pemekaran kabupaten/kota di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa Barat. Sebab moratorium itu akan menghambat proses pemekaran KBT yang sudah digelindingkan dan disuarakan masyarakat di wilayah timur Kab. Bandung sejak beberapa tahun terakhir ini.

"Sebelum ada moratorium yang dikeluarkan pemerintah pusat, rencana pemekaran KBT terpisah dari induknya, Kab. Bandung sudah disuarakan," terang Nanang.

KIP4 KBT juga mendesak kepada pemerintah pusat untuk memberikan pengecualian dalam pemberlakuan moratorium tersebut, khususnya bagi Jawa Barat. Pasalnya, kata Nanang, di Jawa Barat baru terbentuk 26 kabupaten/kota. Jika dibandingkan provinsi lainnya di luar Jawa Barat, bisa mencapai lebih dari 26 kabupaten dan kota. Misalnya Provinsi Jawa Timur yang memiliki 38 kabupaten/kota.

Saluran Air Jadi Jalan Proyek Perumahan

JATINANGOR,Saluran air yang ditutup menjadi akses jalan proyek perumahan semireal estate PT Koryza, seharusnya menjadi perhatian serius Camat Jatinangor. Apalagi sampai ada isu Camat Jatinangor menerima uang Rp 20 juta dari pengembang.

Demikian disampaikan pentolan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Rakyat Bersatu untuk Keadilan (Forrbeka), Sitam Rasyid saat dikonfirmasi di Jln. Letda Lukito Jatinangor, Kab. Sumedang, Rabu (21/12).

Pihaknya mendengar Camat Jatinangor menganggap kasus saluran air jalan tersebut terkait kepentingan masyarakat. "Seharusnya camat selaku PNS tidak boleh melakukan langkah kontroversial. Ini harus jadi perhatian, sekaligus ditindaklanjuti Pemkab Sumedang," katanya.

Ia juga telah mengklarifikasi pemberian uang Rp 20 juta tersebut dan hal itu dibenarkan oleh Camat Jatinangor. "Penerimaan uang tersebut tentu akan menjadi preseden buruk dan merusak citra PNS, apalagi dilakukan seorang camat," katanya.

Disebutkan, publik harus mengetahui penggunaan uang tersebut. "Bila benar untuk kepentingan warga, harus secara jelas diketahui," ujarnya.

Sebagaimana pemberitaan sebelumnya, pihak pengembang perumahan telah menutup saluran irigasi yang berada di samping Hotel La Fasa itu. Kini, saluran sungai tersebut tertutup dan menjadi jalan selebar 4 meter dan panjang 20 meter sebagai akses keluar masuk kendaraan proyek.

Sebelumnya, kepada "GM" seorang warga mengatakan, dirinya berharap agar pihak kecamatan turun, mengingat aparat desa dan BPD seolah tidak menanggapi.

Kepala Desa Cibeusi, Kecamatan Jatinangor, H. Dedi Djunaedi saat dikonfirmasi sebelumnya mengatakan, penutupan saluran sungai tersebut sudah mendapat persetujuan warga serta tokoh masyarakat.

Sementara itu, pihak PT Koryza melalui manajernya, Dudi Supardi membenarkan, pihaknya telah memberikan sejumlah uang kepada camat untuk sosialisasi. "Betul kita telah memberikannya, namun besarannya tidak jelas karena bentuknya untuk sosialisasi kepada masyarakat," kata Dudi.

Sedangkan Camat Jatinangor, Nandang Suparman, S.Sos., M.Si. saat dikonfirmasi "GM" mengatakan, pihaknya tidak bersedia memberikan komentar terkait uang dari PT Koryza. "Saya tidak mau mengomentarinya," katanya sambil menutup telepon.
SOLOKANJERUK,Nasib guru 12.600 guru honorer di Kab. Bandung berdasarkan data 2011 masih belum menentu. Belum ada tanda-tanda mereka akan diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Untuk itu Persatuan Guru Honorer Indonesia (PGHI) Kab. Bandung berencana melayangkan mosi tidak percaya terhadap Pemkab Bandung.

Demikian dikatakan Ketua PGHI Kab, Bandung, Dedi ketika dihubungi "GM" di Solokanjeruk, Kab. Bandung, Kamis (22/12), usai mengadukan nasib para guru honorer ke Kementerian Pendidikan di Jakarta. Menurut Dedi, mosi tidak itu bentuk kekecewaan para guru honorer yang tidak kunjung diangkat menjadi PNS. Padahal, masa kerja belasan ribu guru honorer itu sudah mencapai belasan tahun. Bahkan, ada yang 21-30 tahun.

"Memang memprihatinkan, 12.600 guru honorer Kab. Bandung hingga kini nasibnya tak menentu. Kami memahami, proses menjadi PNS itu tidak gampang. Namun ada kewajiban pemerintah untuk membantu para guru honorer menjadi PNS. Saat ini, sepertinya nasib para guru honorer yang mencapai 12.600 itu tidak jelas. Mosi tidak percaya akan dilayangkan secara tertulis ke Pemkab Bandung dalam waktu dekat," kata Dedi.

Untuk memperjuangkan nasibnya, 60 orang guru honorer sempat menyampaikan harapan dan keluhannya kepada Kementerian Pendidikan, Kamis kemarin. Di antaranya keinginan menjadi PNS, selain mengeluhkan teknis penyaluran dana fungsional yang tidak beres.

Terkait hal itu, PGHI berencana mendemo pemerintah pusat. Namun waktunya belum bisa dipastikan. PGHI Kab. Bandung akan berkoordinasi dulu dengan para guru honorer yang ada di Indonesia, di antaranya dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan provinsi lainnya.

Dikatakan Dedi, memasuki 2011-2012, guru honorer di Kab. Bandung bisa bertambah hingga menjadi 15.000 orang. Sebab sejumlah sekolah atau SD di Kab. Bandung menambah tenaga guru honorer hingga 100 persen dari 3-4 guru menjadi 7-8 guru.

Mengenai dukungan PGHI Kab. Bandung terhadap Komite Independen Pengawas Pembangunan dan Percepatan Pemekaran Kabupaten Bandung Timur (KIP4 KBT), Dedi mengatakan, masih mempelajarinya. "Tetapi PGHI mendukung gerakan KIP4 KBT tersebut," katanya.

Berdasarkan sumber "GM" di lapangan, sejumlah guru honorer mendukung gerakan KIP4 KBT. Mereka berharap pemekaran bisa membuat nasibnya menjadi lebih baik.

Kamis, 22 Desember 2011

SEKARANG ini mungkin hanya segelintir orang yang masih peduli terhadap warisan leluhurnya. Dan dari segelintir orang itu adalah Asep Koswara (43) warga Dusun Lembur Warung, Desa Rancamulya, Kecamatan Sumedang Utara, Kab. Sumedang. Hingga kini ia masih merawat lisung pemberian nenek moyangnya. Meski kondisi lisung tersebut sudah rusak, “koropok” di sana-sini, namun Asep tetap menyimpan dan memeliharanya.
“Pami warisan harta benda mah kadang sok seep teu puguh pami urangna teu tiasa ngurusna. Benten sareng warisan nu bentukna benda, lamun ku urang dimumule tur yakin yen eta teh bener-benar kanyaah ti kolot urang, tong salah kadang sok mawa berekah kana kahirupan urang,” kata Asep.
Menurut Asep, lisung itu pemberian ayahnya, H. Uyu (72) warga Majalaya, Bandung. Ayahnya pun mewarisi lisung tersebut dari kakek Asep (ayah H. Uyu).
Bagi keluarga Asep, lisung atau tempat menumbuk padi di zaman dulu itu merupakan sebuah lambang status sosial. Orang yang memilik lisung, biasanya dianggap sebagai keluarga terpandang, atau paling tidak keluarga yang memiliki sawah luas serta ditokohkan di kampungnya.
Tak heran jika Asep memandang lisung tersebut sebagai simbol keberkahan atau kehormatan. Oleh karena itu, saat ayahnya memberikan lisung sebagai warisan, Asep menerimanya dengan penuh kebahagiaan. Bahkan langsung membawanya ke rumahnya yang sekarang di Kampung Lembur Warung.
Dijelaskan Asep, lisung warisan leluhur yang memiliki panjang 4 meter dengan lebar 50 cm itu, dibuat oleh “baonya” sekitar 110 tahun silam. Lisung itu pun selalu diwariskan kepada anak laki-laki tertua dari keluarganya. Asep merupakan keturunan ke empat yang mewarisi lisung karuhun tersebut.
Kondisi lisung warisan leluhur Asep, tampak sudah rusak. Bagian pinggirnya sudah lapuk dimakan rayap. “Tos kolot umurna, tapi kanggo abdi mah ieu lisung teh berharga pisan, moal tiasa dinilai ku artos. Matakna sok sanaos tos rada reksak, tetep we bakal dimumule ku abdi mah dugi ka tiasa ka wariskeun deui ka putra pameget engke,” kata ayah dua anak yang bekerja di salah satu BPR di Tanjungsari itu.
Ditambahkannya, selain sebagai pajangan di rumahnya, lisung itu pun kerap ditabuh jika waktu gerhana.

Tiga Birokrat akan “Nyalon” di Pemilukada

SUMEDANG, Menjelang pergantian tahun, suhu politik di Sumedang semakin menghangat. Bahkan kini muncul kabar yang menyebutkan beberapa tokoh birokrat akan mencalonkan diri pada Pemilukada Sumedang 2013. Ketiga birokrat tersebut yakni H. Atje Aripin Abdullah (Sekretaris Daerah), Sanusi Mawi (Kepala Dinas Pendidikan) dan Dede Hermasah (Asisten Ekonomi dan Pembangunan).
Kabar itu pun menyebutkan, ketiganya sudah membentuk tim sukses masing-masing. Menanggapi kabar tersebut, Ketua Komisi A DPRD Sumedang H. Ending Ahmad Sadjidin menyatakan, sepanjang tidak mempengaruhi kinerja mereka terkait tupoksinya selaku pejabat birokrat, mereka boleh-boleh saja meramaikan bursa kandidat kepala daerah.
“Jangankan tokoh birokrat, panyawah pun boleh dan sah-sah saja maju jika memang mampu dan punya ambisi membawa Sumedang ke arah yang lebih baik,” ujar Sadjidin di rumahnya, di Desa Margamukti Kec Sumedang Utara, Minggu (18/12).
Sadjidin menambahkan, siapa pun yang mau maju termasuk tokoh birokrat memang harus punya ambisi dan komitmen memajukan Sumedang.
“Pemilukada itu kan memilih pemimpin, nu dibutuhkeun tina figur pamingpin mah curukna, ka mana jeung rek kumaha. Jadi komitmennya itu harus kuat dan mau berkorban,” katanya.
Sadjidin menilai, dari ketiga birokrat tersebut Sanusi Mawi layak diberi kesempatan. “Kita tidak tahu garis tangan orang itu seperti apa, tapi tanpa mengabaikan kedua tokoh birokrat lainnya, kalau melihat apa yang sudah dilakukannya saat ini, menurut pendapat saya Sanusi Mawi memang layak diberi kesempatan,” ujarnya.
Sadjidin menambahkan, aturan main Pemilukada bisa saja berubah. Bisa saja undang-undang yang mengatur mekanisme Pemilukada, katanya, nanti hanya akan memilih bupati.
“Kalau hanya memilih bupati, maka wakil bupati diperkirakan akan ditunjuk oleh bupati terpilih dari kalangan birokrat. Dan untuk posisi ini pun saya masih menilai Sanusi Mawi layak,” katanya.
CIBUGEL,Kendati sudah beberapa kali mengajukan dan memohon bantuan untuk rehab desa, namun belum satu pun yang terealisasi. Hal itu membuat kondisi bangunan Kantor Desa Cipasang, tetap dalam keadaan “reyod”. Kondisi rusaknya bangunan kantor desa diperparah jika hujan turun.
“Dari mulai tembok yang sudah lapuk, atap kayu yang sudah pada bocor, semua sudah tak memadai, tak jarang kalau hujan, kantor bocor dan membuat tak nyaman pegawai,” ujar Kades Cipasang, Dedi Mega Erawan, Sabtu (17/12).
Menurut Dedi, kantornya terakhir diperbaiki tahun 1985, dan dalam kurun waktu itu, pihak desa hanya melakukan perbaikan-perbaikan kecil, karena kondisi dana yang minim.
“Kalau perbaikan yang kecil-kecil sih pihak desa mampu, namun sekarang mungkin harus direhab semua, bahkan mungkin harus diganti bangunan baru, karena tembok bangunan sudah lapuk dan tak akan kuat menahan,” jelasnya.
Kalau saja tak cepat diperbaiki, lanjut Dedi, kemungkinan bangunan tak akan kuat dalam tempo 2-3 tahun.
“Ya untuk memperbaiki bangunan ukuran 10x15 kan tak cukup dengan uang sedikit, tentunya perlu bantuan dari pemerintah, karena ini kan fasilitas pemerintah,” tegasnya.
Dengan kondisi bangunan seperti itu para pegawai desa merasa waswas dan tak nyaman dalam memberikan pelayanan.
“Sok sieun rugrug, da ari kabocoran mah tos biasa,” ujar salah seorang kepala dusun.
Pihak Desa Cipasang berharap pada pemerintah untuk memperhatikan dan merealisasikan pengajuan permohonan yang sudah diajukan sejak lama.
“Pastinya berharap cepat terwujud bantuan itu, kalau sampai ‘rugrug’ ya malu, namun hal ini cuma mengingatkan. Kalau kantor rusak kan pasti berpengaruh terhadap pelayanan masyarakat,” ungkap Dedi, diamini aparat desa lainnya.

Aparat Desa Jadi Korban Pemerasan KPK Gadungan

Dua pria yang mengaku-aku sebagai utusan lembaga di atas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditangkap anggota Kepolisian Sektor Sukaresik, Kamis (22/12), karena diduga melakukan pemerasan kepada seorang Sekretaris Desa dan aparat desa lainnya.
Diperoleh keterangan, kedua lelaki yang berpakaian seperti pegawai kejaksaan itu, diduga telah melakukan aksi pemerasan terhadap aparat Desa Cipondok, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya. Tidak hanya kepada aparat Desa Cipondok saja, upaya serupa pun hampir saja dilakukan keduanya dengan mendatangi kantor Desa Banjarsari, masih di Kecamatan Sukaresik.
Kedua lelaki yang diketahui hanyalah anggota dari sebuah LSM itu akhirnya diringkus beramai-ramai oleh warga dan diserahkan kepada anggota Polresta Tasikmalaya, guna menjalani pemeriksaan dan mempertanggung jawabkan perbuatanya. Mereka berinital An Pe (40) asal Kec. Bungursari, Kota Tasik, serta Na Su (45) asal Kec. Cipedes, Kota Tasik. Keduanya terancam pasal 368 KUHP tentang tindak pidana pemerasan dengan ancaman maksimal 9 tahun penjara.
Aksi pemerasan kedua pria itu dilakukan dengan mendatangi kantor Desa Cipondok pada Rabu (21/12). Mereka berdua datang dengan maksud melakukan audit terhadap pendistribusian beras masyarakat miskin (raskin) di Desa tersebut, dan mengatasnamakan sebuah lembaga di Jakarta, yang salah satunya membawahi KPK. Sudah tentu hal itu membuat aparat desa ketar-ketir dan mempersilahkan para pelaku melakukan tugasnya tersebut. Sebelumnya aparat desa mendengar instruksi dari pihak kecamatan, jika suatu hari bakal ada orang kabupaten Tasik untuk melakukan pemeriksaan administrasi. Sehingga pihak desa pun menyangka bila mereka berdualah orang yang dimaksud itu.
Namun keganjilan mulai dirasakan pihak desa, setelah kedua pria hendak mengaudit yang ternyata keluar jalur. Berbagai kondisi dan program di Desa Cipondok dikoreknya, hingga menyangkut pada persoalan beras masyarakat miskin (raskin). Pada ujung-ujungnya mereka meminta sejumlah uang guna menutupi persoalan tersebut. "Mereka katanya datang guna mengaudit raskin. Tapi pada ujungnya malah meminta uang, bila tidak diberi maka akan masuk pidana dan kasusnya akan dibawa ke hadapan KPK di Jakarta," jelas Sekertaris Desa Cipondok, Cucu Suminar, dalam laporannya kepada anggota kepolisian, Kamis (22/12).
Aparat Desa Cipondoh yang menjadi sasaran mereka adalah Kasi Kesejahteraan Masyarakat, Dadan Gunawan, karena selama ini Dadan yang memegang tanggung jawab pendistribusian raskin, sehingga kepada Kasi Kesra itulah, mereka berdua menekan dan mengancam. Dalam ancamannya bila tidak ditutup dengan uang, maka korban akan dihukum 2 tahun penjara dan dikenakan denda Rp 50 juta. Karena tidak ingin masalahnya panjang, maka korban pun memberikan uang senilai Rp 1 juta kepada kedua pelaku. Padahal uang itu Dadan ambil dari tabungan pribadinya (celengan) di rumah. Setelah puas dan mendapatkan uangnya, kedua pelaku inipun langsung pergi.
Esoknya, kedua pelaku kembali mendatangi kantor Desa Banjarsari, dan mereka diterima oleh Kepala Desa Banjarsari dan Sekretaris Desa, Endang Miftah. Kedatangan kedua pelaku ke sana berbeda tujuan, mereka mangaku akan menawarkan monografi Desa Banjarsari. Tapi, malah pihak desa curiga akan tutur kata mereka.
Pihak desa pun mencoba mengulur waktu dan memancing keduanya. Sementara aparat desa lain mencoba menghubungi pihak Kecamatan Sukaresik dan anggota Polsek Sukaresik. Polisi dan aparat kecamatan langsung berangkat ke Desa Banjarsari. Selanjutnya anggota Polsek Sukaresik menangkap dua lelaki itu dengan tuduhan melakukan pemerasan.
Ketika diperiksa, polisi menemukan beberapa surat, seperti SK tugas serta surat-surat lain berlogokan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Kita segera melaporkan ke kecamatan dan Polisi. Hingga mereka berdua bisa diciduk," jelas Endang Miftah.

Jangan Bangun Artesis di Jatinangor

JATINANGOR,Kawasan Jatinangor, Kab. Sumedang dan sekitarnya sudah masuk zona merah untuk pembangunan sumur artetis dengan alasan apa pun, karena warga sudah kesulitan mengambil air bawah tanah.

Demikian disampaikan anggota DPRD Kab. Sumedang dari Fraksi PKS, Ridwan Sholihin di sela-sela kegiatan reses DPR RI, H. Nurhasan Zaidi di Saung Bambu, Desa Cikeruh, Jatinangor, Kab. Sumedang, Rabu (21/12).

Menurut Ridwan, kawasan Jatinangor tertutup untuk sumur artesis dengan alasan apa pun. Hal ini ditindaklanjuti dengan ketegasan Pemkab Sumedang yang tidak memberikan izin untuk pembuatan sumur artesis.

Menurut Ridwan, terkait pembangunan Apartemen Pinewood di kawasan Jatinangor yang kini memasuki tahap perampungan, pihaknya menyambut dengan baik karena sejalan dengan perkembangan kawasan Jatinangor. Namun bila membuat sumur artesis tetap menyalahi aturan.

"Warga dan desa setempat secara terang-terangan menolak, masa pihak Kecamatan Jatinangor memberikan rekomendasi. Tentu harus dipertanyakan," kata Ridwan yang juga Ketua DPD PKS Kab. Sumedang.

Selain itu, lanjut Ridwan, apa pun alasan pihak apartemen tetap tidak dibenarkan membangun sumur artesis. Meskipun terus melakukan pendekatan kepada warga dengan memberikan kompensasi bentuk uang, jalan atau MCK. "Warga harus memikirkan ke depan, jangan hanya melihat sesaat saja," kata Ridwan.

Pada kesempatan tersebut Ridwan menyatakan, penggunaan air untuk Apartemen Pinewood tentunya solusinya mempergunakan PDAM. "Mau tidak mau, pihak apartemen mempergunakan PDAM," kata Ridwan.

Sebelumnya, warga Cikeruh keberatan bila pihak Apartemen Pinewood mempergunakan sumur artesis. Hal tersebut terungkap setiap pertemuan pihak pinewood dengan warga.

Sebelumnya, sejak awal pembangunan apartemen warga telah sepakat menolak apartemen tersebut menggunakan air artesis.

Selasa, 20 Desember 2011

Tunjangan Tambahan PNS Sumedang Batal Naik 100%

SUMEDANG,Rencana kenaikan tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) pegawai negeri sipil (PNS) di lingkup Pemkab Sumedang sebesar 100 persen pada tahun anggaran 2012, hampir pasti urung dilaksanakan.
"Melalui pembahasan intens terhadap RAPBD Sumedang 2012 di DPRD khususnya, untuk TPP sudah ada kesepakatan hanya akan dinaikan sebesar 50 persen dari TPP tahun 2011," ujar Wakil Ketua Harian Badan Anggaran DPRD Sumedang Naya Sunarya, kepada "PRLM", Selasa (20/12) siang.
Kenaikan TPP sebesar 50 persen itu, ujar Naya, telah disepakati untuk semua tingkatan golongan dan jabatan PNS. Sementara, dalam perjalanan proses pembahasan di badan anggaran DPRD sepekan yang lalu, sempat muncul wacana kenaikan TPP PNS secara progresif, misalnya PNS noneselon atau staf naik 100 persen, eselon IV 75 persen, eselon III 50 persen, dan eselon II 25 persen. "Kenaikan TPP secara progresif, tidak jadi. Jadinya yaitu disamakan saja semua golongan PNS naik 50 persen," kata Naya.
Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran DPRD Atang Setiawan, didampingi Naya sempat mengemukakan, dalam RAPBD Sumedang 2012 terdapat rencana alokasi anggaran untuk TPP sekitar Rp 25 miliar. Akan tetapi, menurut Naya, dalam proses pembahasan di DPRD rencana anggaran itu ada yang tergeser ke mata anggaran lain.
Namun, terkait dengan itu, Naya tidak menyebutkan perubahan besaran rencana anggaran tersebut. Kecuali itu, dia menyatakan, bahwa pergeseran anggaran pada pos-pos rencana belanja APBD 2012 termasuk dari TPP itu, sebagian besar diarahkan pada rencana-rencana pembangunan infrastruktur.
"Angka pastinya masih akan dibahas dan ditetapkan melalui rapat pendapat akhir fraksi," kata Naya, lalu menyebutkan RAPBD Sumedang 2012 sendirim dijadwalkan baru akan ditetapkan melalui rapat paripurna di DPRD Sumedang Selasa (27/12) pekan depan.

Kawasan Jatinangor Siap Merapat ke KBT

JATINANGOR,Banyaknya aspirasi masyarakat dan minimnya layanan dari Pemkab Sumedang, ditambah belum jelasnya wacana Kawasan Perkotaan Jatinangor (KPJ) membuat sejumlah tokoh masyarakat Jatinangor gerah. Bahkan mereka pun kini banyak yang mulai merapat untuk bergabung dengan Kab. Bandung Timur (KBT).

Menurut salah salah seorang tokoh masyarakat Jatinangor, Ismet Suparmat saat ditemui wartawan di kediamannya, Desa Hegarmanah, Kec. Jatinangor, Kab. Sumedang, Senin (19/12), jangan disalahkan jika kini banyak tokoh masyarakat di wilayah Jatinangor siap merapat ke KBT.

Pasalnya, kata Ismet, perhatian dari Pemda Sumedang kepada Jatinangor sangat minim, bahkan KPJ yang telah lama digelindingkan nasibnya kian tak jelas. Belum lagi lanjut di Jatinangor banyak infrastruktur yang sudah tidak layak, termasuk penanganan sampah dan pelayanan sosial lainnya.

"Di wilayah Jatinangor banyak permasalahan yang kronis. Sangat disayangkan, Pemda Sumedang terkesan tutup mata. Padahal Jatinangor memiliki segudang potensi yang merupakan aset tidak ternilai," kata politisi Partai Golkar ini.

Selain itu, lanjut Ismet, terkait masalah normalisasi Sungai Cikeuruh saja hingga 11 tahun tak kunjung ditanggapi. Padahal, banyak bencana yang diakibatkan luapan sungai ini. "Setiap terjadi banjir penderitaan warga sangat mengkhawatirkan. Pemda Sumedang harus tanggap dan jangan terus membiarkan warga frustrasi," katanya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) yang juga Kepala SMK Padjadjaran Jatinangor, Ari Muharam mengatakan, Jatinangor merupakan daerah potensial yang strategis dan banyak dilirik para pejabat serta tokoh kabupaten terdekat untuk bergabung dengan KBT.

"Kalau Pemda Sumedang tidak peka terhadap permasalahan yang ada, saya kira yang tadinya hanya wacana bisa menjadi kenyataan, yaitu memisahkan diri dari Kab. Sumedang dengan merapat ke KBT atau bergabung dengan Kab. Bandung," terangnya.

Kondisi ini, lanjut Ari, salah satunya karena Pemda Sumedang kurang merespons. Begitu juga rencana KPJ sejak tahun 2007 hingga kini belum ada tanda-tanda terealisasi. "Benar, wacana KPJ hingga kini belum ada kejelasan. Sepertinya Pemda Sumedang sengaja mempingpong agar tidak tuntas," katanya.

Menurut Ari, terkait pembentukan KBT, meski masih wacana, kemungkinan tidak ada pilihan lain bagi warga Jatinangor untuk siap mendukung. "Kondisi Jatinangor diperparah dengan tidak adanya perhatian serius Pemda Sumedang dalam penanganan sampah. Meski komponen masyarakat telah mendirikan Kelompok Peduli Sampah Jatinangor (KPSJ), namun kurang mendapat respons dari Pemkab Sumedang," katanya.

Senin, 19 Desember 2011

SOREANG,Jumlah guru honorer di lingkungan Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanaiyah (MTs), dan madrasah Aliyah (MA) harus dirasionalkan sesuai dengan jumlah rombongan belajar (rombel). Selama ini masih banyak MI, MTs , dan MA swasta yang memiliki rombel sedikit, namun jumlah gurunya puluhan orang.
"Kalau MI maksimal 10 guru untuk MI yang memiliki enam rombel. Jangan sampai ada MI yang hanya memiliki enam rombel, tapi jumlah gurunya 20 guru," kata Kepala Kemenag Kab. Bandung, H. Cecep Kosasih, saat pembinaan kepala MI, MTs, dan MA di MTs N Ciparay, Senin (19/12).
Lebih jauh Cecep mengatakan, jumlah kuota tunjangan fungsional guru untuk Kab.Bandung hanya 4.000 orang, sedangkan jumlah guru lebih dari 10.000 orang. "Kami sendiri bingung karena setiap tahun jumlah honorer meningkat. Kekuatan lembaga pendidikan di lingkungan kemenag dari masyarakat sehingga susah dibatasi," katanya.
Mengenai guru-guru yang sudah disertifikasi dan mendapatkan tunjangan, Cecep mengaharapkan agar meningkatkan pengabdiannya sesuai dengan standar pemerintah.

Kesenian Karinding Pecahkan Rekor Muri

JATINANGOR,Tahun 2012 Pemkab Sumedang akan membangun saung kesenian karinding. Selain karena kesenian ini seni khas Kec. Cimanggung, Kab. Sumedang, juga sebagai usaha melestarikan dan mengembangkannya. Apalagi seni karinding juga sudah memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (Muri).

Demikian disampaikan Wakil Bupati Sumedang, Taufik Gamawansyah kepada wartawan di selasela acara Ikatan Alumni Unpad '94 di Kampus Unpad Jatinangor, Sabtu (17/12). Menurut Taufik, kesenian karinding memiliki potensi luar biasa. Bahkan kesenian tradisional tersebut dapat menjadi sesuatu yang populer di kalangan generasi muda.

"Karinding begitu orisinal dan mudah dimainkan oleh siapa saja. Keunikannya, ini kesenian buhun. Jadi banyak generasi muda yang mulai meliriknya juga. Makanya Pemkab Sumedang akan mengembangkannya dengan lebih serius.

Salah satunya dengan membuat saung karinding," kata Taufik. Di Kota Bandung, kata Taufik, ada Saung Angklung Udjo, di Sumedang nanti ada Saung Karinding.

"Tahun 2012 akan dimulai. Peminat karinding sendiri kebanyakan anak muda. buktinya muncul grup karinding dari kalangan komunitas undergrounddan saya sangat mengapresiasi hal itu," ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Taufik mengatakan, secara tertulis memang tidak ada yang menunjukkan bahwa karinding berasal dari Sumedang.

Namun melihat data yang ada, karinding merupakan kesenian khas Cimanggung. "Bahkan, Pemkab Sumedang berencana memasukkan kesenian karinding dalam kurikulum pendidikan sekolah," katanya.

Sementara suasana terasa meriah saat 515 orang siap memainkan karinding secara bersamaan di hadapan perwakilan Muri, Hendry.

Alat musik lain yang turut dimainkan adalah suling dan celempung, Abah Olot memimpin para peserta, Wabup Sumedang, dan Ketua IKA Unpad, Ferry Mursidan Baldan memainkan karinding. Sedangkan para alumni Unpad yang hadir terlihat menikmati iramyang dihasilkan. Terlebih saat Abah Olot memainkan lagu dangdut.

Perwakilan dari Muri, Henry mengatakan, pada 20 April lalu, rekor telah dipecahkan saat 317 orang memainkan alat musik karinding di Kab. Bandung. "Hari ini, rekor kembali terukir, 515 orang memainkan karinding. Rekor itu juga memecahkan rekor dunia," katanya.

Piagam dari Muri tersebut diserahkan pada Wakil Bupati Sumedang. Ratusan peserta juga mengelu- elukan Abah Olot alias Endang Sugriwa (47) sebagai tokoh karinding di Cimanggung dan sekitarnya.

Minggu, 18 Desember 2011

70 Persen Warga Sumedang Tak Punya Akta Kelahiran

SUMEDANG,Bagi warga yang belum mempunyai akta kelahiran, segeralah membuatnya ke Dinas Kependudukan dan Pencatataan Sipil (Disdukcapil). Sebab, bagi warga yang belum memiliki akta karena melampaui batas waktu satu tahun sejak kelahiran, maka pembuatan akta kelahiran harus melalui keputusan pengadilan negeri.

"Tahun ini menjadi batas terakhir pembuatan akta kelahiran bagi yang melampaui batas laporan kelahiran. Sesuai aturan pelaporan itu disampaikan 60 hari," kata Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcasip) Sumedang, Dady Muhtaadi, Minggu (18/12).

Ia menyebutkan ketentuan itu diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan. "Undang-undang diberlakukan setelah lima tahun sejak diundangkan. Tahun 2011 ini batas terakhir dan mulai tahun depan bagi yang membuat akta kelahiran. Mereka yang melampaui batas itu hanya dapat memiliki akta kelahiran setelah melalui keputusan pengadilan negeri," kata Dady.

Untuk biaya perkara saja, kata Dady, mereka yang terlambat ini harus membayar Rp 200 ribu. Selain harus melalui persidangan, pemohon pembuatan akta kelahiran juga bakal kena denda.

"Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2006 itu, setiap penduduk dikenai sanksi administratif berupa denda apabila melampaui batas pembuatan dokumen kependudukan yang besarnya Rp 1 juta," kata Dady.

Menurutnya, penerapan UU Nomor 23 Tahun 2006 harus berlaku mulai tahun 2011. "Namun, semua kabupaten dan kota di Indonesia, meminta toleransi waktu sampai 2011, sehingga 2012 mulai berlaku," katanya.

Jumat, 16 Desember 2011


Sebanyak 117 warga, pemilik rumah dan tanah di wilayah Desa Tegal Sumedang, Kec. Rancaekek, Kab. Bandung, Kamis (15/12) memperoleh ganti rugi dari proyek normalisasi Sungai Cikeruh oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum.

Pantauan "GM" di kantor Desa Tegal Sumedang, sejak pukul 08.00 WIB warga sudah berdatangan. Begitu juga muspika dan petugas Polsek Rancaekek yang turut hadir untuk memantau, sekaligus mengamankan pelaksanaan ganti rugi.

Camat Rancaekek, Meman Nurjaman menyatakan, kehadiran sejumlah aparat kepolisian tak lain untuk melakukan pengamanan. "Kita sengaja meminta bantuan aparat kepolisian untuk pengamanan," katanya.

Pihaknya menyambut baik sikap warga yang kooperatif khususnya dalam membantu pemerintah menanggulangi banjir Rancaekek.

"Atas nama Pemkab Bandung, kami ucapkan terima kasih kepada masyarakat yang telah membebaskan tanahnya untuk normalisasi Sungai Cikeruh," katanya.

Meman juga berharap warga menggunakan uang ganti rugi dengan baik. "Jangan dihambur-hamburkan. Alangkah lebih baik jika uangnya digulirkan kembali untuk modal usaha atau ditabungkan," katanya.

Menyinggung kekhawatiran atas potongan yang mungkin dilakukan, Meman menyatakan, uang kompensasi tersebut diterima utuh. "Saya tegaskan, tidak ada potongan sepeser pun. Jadi uang kompensasinya full. Bila ada yang memotong, laporkan segera," katanya.

Sementara pejabat pembuat komitmen (PPK) sungai dan pantai BBWS Citarum, Ahmad Sajidin mengatakan, anggaran pembebasan lahan mencapai Rp 7 miliar. Sedangkan bentuk penggantiannya tergantung kelas bangunan yang besarannya mulai dari Rp 60 ribu - Rp 165 ribu/m2.

Setelah didata, kata Ahmad, terdapat 117 pemilik rumah dan tanah di wilayah Desa Tegal Sumedang. "Pembebasan lahan ini dalam rangka normalisasi Sungai Cikeruh, Citarik, Cimande, dan Sungai Cikijing, juga untuk penanganan banjir di Rancaekek," kata Ahmad.

Selain itu, pembebasan lahan dimulai pada 2011-2012. Khusus di Desa Tegal Sumedang, pembebasan lahan berkisar antara 4-6 ha atau sepanjang 2,5 km. "Pembebasan lahan juga akan dilakukan di sejumlah desa di Kecamatan Cileunyi, yakni Desa Cimekar, Cileunyi Kulon, dan Desa Cimekar. Adapun anggaran pembebasan lahannya mencapai Rp 7 miliar," terang Ahmad.

Penggunaan Pil Dextro Ancam Pelajar


Guna menekan penggunaan pil Dextro oleh para pelajar di wilayah hukum Polsek Jatinangor, orangtua harus mengawasi pergaulan anak-anaknya. Karena saat ini, pil Dextro telah mengancam para pelajar.

Demikian disampaikan Kapolres Sumedang, AKBP Arman Achdiat melalui Kapolsek Jatinangor, Kompol Nana Sumarna kepada wartawan di Mapolsek Jatinangor, Kab. Sumedang, Kamis (15/12).

Menurut Kompol Nana, perlindungan yang dilakukan aparat kepolisian tidak ada artinya apabila orangtua tidak melakukan pendekatan terhadap anak-anak di rumah.

"Banyak pelaku kejahatan yang diamankan usianya masih produktif, bahkan di antaranya pelajar. Saat diperiksa, mereka mengaku mengonsumsi pil Dextro sebelum melakukan aksinya," kata Nana.

Nana menyatakan, jajarannya juga akan melakukan razia ke sekolah-sekolah dan toko-toko yang ada di wilayah hukum Polsek Jatinangor.

Berdasarkan pemantauan "GM" terhadap salah satu toko penjual miras dan pil Dextro di Jalan Raya Jatinangor, Desa Cibeusi, para pelajar begitu leluasa mendatangi toko tersebut. Umumnya para pelajar datang setelah pulang sekolah. Menjelang malam banyak yang melakukan transaksi dan keluar dari toko tersebut menenteng minuman.

Salah seorang penjaga toko yang enggan disebut namanya mengakui mayoritas konsumen adalah pelajar. "Pelanggan di sini mayoritas anak muda dan pelajar," katanya.

Hal senada disampaikan salah seorang konsumen, Jack Arak yang mengatakan, menengak miras sudah menjadi kebiasaan, terutama ketika kumpul bersama teman-temannya. Bahkan, supaya ampuh ia mengoplos minuman dengan pil Dextro.

"Kalau minum tidak dioplos rasanya hambar. Makanya, tidak heran banyak pengguna mencampurnya dengan pil Dextro," kata Jack.

Tugas Pemerintah Adalah Memberi Ruang

Tugas pemerintah itu mudah, setidaknya tugasnya adalah cukup dengan memberi ruang. Pemerintah yang berlaku bak konglomerat dengan menyediakan semua kebutuhan warganya adalah bohong dapat terwujud, kebutuhan itu tidak akan pernah tercukupi, sehingga bila ada kandidat bupati menewarkan surga mencukupi kebutuhan warganya tanpa melibatkan masyarakat dan pihak swasta dapat dipastikan tidak paham dengan konsep “berpemerintah” bahkan tidak paham akan tugas-tugas sebagai pemimpin.  Lebih jauh lagi tawaran kandidat itu adalah palsu, bualan saja.
Ruang ini dapat diartikan luas, ruang yang luas untuk kaum pengusaha contohnya, berarti pemerintah memberi kemudahan dalam hal perizinan, regulasi yang mendukung, mudahnya proses administrasi dan biokrasi, hingga infrastruktur yang memadai (jalan bagus, akses energi dan komunikasi bagus, dll).  Bila pemerintah berpikir membangun perusahaan sendiri dari kantong APBD nya tentu tidak salah, namun sampai batas mana ketebalan kantong APBD kita? Memang ada beberapa daerah yang mempunyai asset liarbiasa seperti Pemkab Murauke dengan 3 pesawat Boing 737-200 nya, serta Pemprov Riau dengan Riau Airline nya, namun semuanya tidak langsung kelola oleh Pemerintah (BUMD) tetapi dikerjasamakan dengan pihak swasta.
Memberi lapangan kerja oleh pemerintah bukan berarti “membuat” lapangan kerja, tapi lebih tepatnya memberikan kemudahan untuk orang bekerja dan membuat lapangan kerja baru. Sekali lagi ini ruang.
Ketika bicara soal membangun kreatifitas warga atau pemuda dalam bidang seni, pemerintah berlaku sama. Bicara soal kebudayaan (seni pertunjukan) contohnya, kepedulian pemerintah dengan memberi uang pembinaan ke seluruh organisasi pentas seni, lebih kepada pencitraan, tanpa jelas output dan outcome.  Ruang untuk hal ini lebih kepada menyiapkan tempat yang refresentatif dan mendorong swasta untuk juga membuat tempat pertunjukan, membuat fertival, mencari sponsor, hingga menggelar perlombaan seni secara berjenjang dilakukan oleh pemerintah. Setelah itu “biarkan rinso mencuci sendiri”.
Kecuali bidang pendidikan dan kesehatan yang merupakan Basicneed, pemerintah memang wajib menyediakan ruang itu secara luas, dari bangunan, penyiapan guru yang memadai, murah bahkan tidak dipungut biaya hingga kebutuhan buku dan alat lainnya adalah kewajiban pemerintah.
Investasi pemerintah yang nyata tentu saja adalah membuat warganya cerdas dan sehat, dengan kedua hal tersebut jangka panjang akan dihasilkan generasi yang kuat, tidak lemah, generasi yang dapat bersaing. Pemerintah dengan berinvestasi dalam bidang pendidikan dan kesehatan akan menuai hasil yang setimpal, itu yang terjadi dengan China, Korsel dan jepang. Bila perlu biaya hingga S3 dibiayai oleh pemerintahnya, tidak hanya itu insentif kepada warganya yang pulang kampung disediakan.
Lalu, selama ini, sudahkan pemerintah menyediakan ruang itu? Regulasi yang mendukung semua aktifitas kita bukan memberatkan, infratruktur yang baik untuk warga dan geliat usaha, layanan birokrasi yang cepat, mudah dan bersih, dan pemerintah yang dapat membangkitkan sikap kolektipitas warganya untuk maju (memberi motipasi)?. Hmm… masih belum begitu tampak, mungkin periode selanjutnya kita bisa berharap. Semoga.

SANITASI BERSIH, RAKYAT SEHAT SEJAHTERA

Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup terutama manusia. Tanpa air, manusia tidak akan dapat bertahan hidup.
Sayangnya,  air dan sanitasi yang layak masih belum dirasakan penting oleh masyarakat. Padahal Lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan terbesar (45%) selain faktor perilaku (30%) pelayanan kesehatan (20%) dan keturunan (5%)
Maka sejak 2009, telah terbentuk Kelompok Kerja Air Minum Penyehatan Lingkungan (POKJA AMPL) yang diharapkan mampu menjadi wadah koordinasi, informasi dan integrasi berbagai program – program terkait air minum penyehatan lingkungan di Kabupaten Sumedang.
Dalam perjalanannya hingga 2010, POKJA AMPL Sumedang yang terbentuk difasilitasi oleh WASPOLA, secara perlahan berintegrasi dalam berbagai program kegiatan terkait AMPL di Kabupaten Sumedang (salah satunya berintegrasi dengan PNPM Mandiri Pedesaan – PNPM Integrasi / P2SPP/ SAUYUNAN) dan mulai menyadari akan pentingnya data awal terkait air minum penyehatan lingkungan sebagai langkah dalam perencanaan selanjutnya.
Renstra STBM, Perbup STBM no 30 Tahun 2010, Roadmap STBM, Renstra AMPL, Rencana Aksi Daerah AMPL, telah berhasil disusun oleh POKJA AMPL serta berbagai kegiatan terkait AMPL yang dilaksanakan antara lain :
  1. fasilitasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM 5 Pilar) secara konsisten dan berkesinambungan melalui berbagai program maupun secara swadaya, sehingga 104 desa dan 4 kecamatan telah mendeklarasikan sebagai desa STOP BAB sembarangan serta 1 Desa menjadi laboratorium Nasional 5 Pilar STBM yaitu Desa Sukawening Ganeas,
  2. program kali bersih dan rehab rumah tidak laik huni oleh LSM Sumedang Sehat Sejahtera,
  3. serta berbagai program terkait yang tidak dapat diuraikan satu persatu, telah mengantarkan Bupati Sumedang mendapat penghargaan AMPL AWARD pada Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional, Oktober 2011.
Sejak Juli 2011, Tim PPSP (Program Percepatan Sanitasi Permukiman) – POKJA AMPL Sumedang telah  menyusun Buku Putih Sanitasi dan langkah selanjutnya adalah penyusunn buku Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) sebagai salah satu dokumen penting dalam program sanitasi.
SSK merupakan dokumen perencanaan sanitasi jangka menengah (3 – 5 tahunan) yang komprehensif dan bersifat strategis.
Selama 3 hari, Tim PPSP dalam POKJA AMPL berkumpul dan menyusun bersama Strategi Sanitasi Kabupaten Sumedang antara lain merumuskan : Visi,misi dan tujuan program sanitasi Kabupaten Sumedang, Sasaran dan pentahapan pencapaian program sanitasi, Isu dan hambatan (analisis SWOT) terhadap program sanitasi, Formulasi strategi, Program – program sanitasi, Kegiatan – kegiatan sanitasi, Monitoring dan evaluasi, serta Rencana Tindak lanjut.
Diharapkan SSK ini berfungsi sebagai bahan rujukan untuk pembangunan dan peningkatan akses pelayanan sanitasi kabupaten. Selain itu, SSK juga sebagai portofolio untuk mengakses pendanaan dari berbagai sumber pendanaan yang ada, baik dari pemerintah, swasta maupun masyarakat. SSK juga berfungsi untuk mengikat SKPD dan semua pelaku pembangunan sanitasi untuk bersinergi dan mengikat komitmen. Dan SSK ini tetap mengacu kepada RPJMD, RPJMP dan RPJMN serta RPJIM, selain mengacu kepada target Millenium Development Goals (MDGs) maupun peraturan dan perundangan yang berlaku di tingkat nasional maupun provinsi.
*Sekretaris Umum POKJA AMPL Sumedang


Kamis, 15 Desember 2011

Sepuluh Juta Pria Indonesia Pelanggan PSK

Sepuluh juta pria di Indonesia masih menjadi pelanggan pekerja seks komersial (PSK) di tempat-tempat pelacuran, dan menolak menggunakan kondom ketika melakukan seks bebas tersebut. Sebanyak 60 persen di antaranya merupakan pria yang sudah beristri, dan 40 persennya merupakan anak muda yang bercita-cita menikah pada suatu hari nanti.
Demikian hasil survei Kementerian Kesehatan pada 2011 mengenai pria berperilaku seksual resiko tinggi terpapar HIV/AIDS. Hal ini terungkap pada puncak peringatan Hari AIDS Sedunia 2011, di PT Mitra Rajawali Jln. Raya Banjaran Km 16 Kab. Bandung, Rabu (14/12).
Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) Nafsiah Mboy mengatakan, masih tingginya jumlah “pembeli” seks di tempat-tempat pelacuran itu, membuat prevalensi HIV di kalangan pria berperilaku seksual resiko tinggi naik tujuh kali lipat dalam periode 2007-2011.
Ironisnya, mayoritas dari kelompok pria beresiko tinggi itu merupakan pria muda dengan usia produktif.
“Kalau mereka tetap berperilaku seksual resiko tinggi, atau tetap menggunakan suntikan bersama saat mengonsumsi narkotika suntik, itu merupakan bahaya yang sangat besar,” tuturnya.
Menurut Nafsiah, salah satu metode pencegahan penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual yang dianjurkan adalah tidak berperilaku seksual beresiko tinggu, atau menggunakan kondom setiap kali berhubungan seks dengan resiko tinggi tertular HIV.
Akan tetapi, gerak KPA untuk mengampanyekan penggunaan kondom terbatas. Sebagai contoh Nafsiah menyebutkan, KPA dilarang mengampanyekan pemakaian kondom di televisi, dan hanya diperbolehkan untuk melakukannya di lokalisasi.
Padahal, beberapa tahun terakhir ini banyak lokalisasi di Indonesia, termasuk Jawa Barat yang dibubarkan. Akibatnya, praktek prostitusi beralih ke tengah permukiman masyarakat. KPA dan komunitas aktifis HIV/AIDS sangat sulit melacak keberadaan PSK, dan kalaupun berhasil menemui mereka, tidak mudah untuk mengedukasinya di tengah masyarakat umum.
“Laki-laki beresiko tinggi yang tidak mau pake kondom, ya memang gablek. Sudah tahu berbahaya, masih terjang terus. Karena itu saya selalu bilang, carilah kearifan lokal yang bisa mengetuk hati kaum laki-laki supaya mau bertanggung jawab. Kalau memang mau seks beresiko, ya pakai kondom,” ungkapnya.

KPH Sumedang Tawarkan Solusi

Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Sumedang, menawarkan beberapa solusi usaha bidang pertanian dan perkebunan kepada para petani di desa-desa sekitar kawasan hutan lindung Gunung Manglayang Timur. Tawaran tersebut disampaikan Administratur/Kepala KPH Perhutani Sumedang Budi Shohibudin, dalam acara audiensi dengan perwakilan masyarakat desa sekitar hutan tesebut di gedung DPRD Sumedang, Rabu (14/12).
Acara audiensi itu diselenggarakan DPRD Sumedang terkait aksi unjuk rasa masyarakat beberapa desa sekitar kawasan hutan Manglayang Timur ke DPRD Sumedang Senin (12/12).
Dalam aksi unjuk rasa yang dimotori Serikat Tani Nasional Politik Rakyat Miskin itu, para petani sekitar Manglayang Timur, di antaranya menuntut agar para petani sekitar diizinkan menumpang bercocok tanam palawija dalam lahan hutan tersebut.
Menanggapi itu, Budi Shohibudin dalam acara audiensi dengan perwakilan masyarakat petani desa-desa sekitar hutan tersebut, Rabu (14/12) menjelaskan bahwa lahan Perhutani di kawasan Gunung Manglayang Timur sekitar wilayah Kec. Sukasari, Sumedang, seluruhnya berstatus hutan lindung dan tidak boleh diolah sebagai ladang pertanian intensif.
"Semua petak hutan Perhutani di kawasan Manglayang Timur yang semula berstatus hutan produksi pun, sejak tahun 2003 statusnya menjadi hutan lindung," ujar Budi.
Berdasarkan peraturann seluruh lahan dalam kawasan hutan lindung, tidak diperbolehkan lagi diolah intensif sebagai ladang pertanian.
Namun, sampai sekarang Perhutani masih memberikan peluang kepada masyarakat sekitar turut menggarap beberapa bagian kawasan hutan itu melalui Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dengan jenis tanaman yang tidak memerlukan pengolahan lahan intensif. Misalnya, pohon kopi, alpukat, dan jenis-jenis tanaman penghasil buah lainya.
Menyikapi keluhan petani penggarap atas adanya pembatasan penggarapan lahan tersebut, Budi Shohibudin, dalam audiensi itu sempat menawarkan beberapa solusi. Tujuannya, agar para petani sekitar hutan lindung, tetap bisa memperoleh penghidupan dari kawasan hutan Perhutani.
Selain menanam kopi, Budi, sempat menawarkan pula budidaya cingcau hitam pada kawasan hutan lindung. Sementara untuk para petani yang menghendaki menumpang olah lahan intensif pada lahan Perhutani, KPH Sumedang menawarkan peluang lahan untuk budi daya tanaman tembakau pada areal hutan produksi Perhutani di sekitar wilayah Kec. Ujungjaya.
Menanggapi paparan dari pihak Perhutani itu, salah seorang petani penggarap dari Desa Genteng, Kec. Sukasari, Dewa Rohendi, melontarkan usulan baru. Dewa Rohendi yang juga Ketua Kelompok Tani Hutan Desa Genteng, dalam kesempatan itu mengusulkan agar para petani yang biasa menggarap dan menumpang hidup bercocok tanam di areal hutan lindung itu, diberi juga bantuan usaha ekonomi lainnya

Senin, 12 Desember 2011

Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia (APDESI) mengancam akan melakukan boikot pendataan hak pilih untuk Pemilihan Kepala Daerah Gubernur (Pilgub) Jawa Barat yang akan dilakukan mulai Januari mendatang jika pemerintah tidak juga membahas Rancangan Undang-undang tentang Desa. Pembahasan RUU Desa sangat krusial bagi pembangunan masyarakat desa selanjutnya. Ketua APDESI Kab. Bandung Zaenal Arifin mengatakan itu ketika ditemui saat melakukan unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (12/12).
Mereka mendesak agar presiden segera menerbitkan Amanat Presiden untuk segera membahas RUU Desa bersama DPR. Zainal mengatakan, selama menggelar aksi itu, mereka merasa tidak pernah ditanggapi oleh presiden.
"Maksud kedatangan kami ke sini untuk minta tanggapan presiden. Sembilan fraksi di DPR sekarang sudah setuju untuk membahas RUU Desa, tinggal dari pemerintah dalam hal ini presiden. Intinya, presiden tanggapilah soal ini," ucapnya.
Beberapa pasal krusial yang dibahas RUU Desa di antaranya adalah anggaran untuk pemerintah desa. Mereka menuntut anggaran pemerintah dari pos APBN untuk pembangunan desa ditingkatkan hingga 10 persen. Selama ini, anggaran untuk pemerintah desa sebesar Rp 100-200 juta per tahun.
Sementara, dana alokasi desa yang dianggarkan di APBN sebesar Rp 82 triliun. Namun, dana itu banyak bocor di jalan karena proses yang birokratis. "Itu tidak cukup untuk operasional desa, belum lagi menyejahterakan perangkat. Dana itu pun kadang mandeg dan tergantung APBD," ujarnya.
Selain itu, tuntutan lainnya yaitu dan perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi delapan atau sepuluh tahun dari semula enam tahun. Dalam 10 poin tuntutan yang diajukan antara lain yaitu jaminan kesehatan bagi kepala desa dan perangkat beserta keluarganya, biaya pilkades ditanggung APBD kabupaten, dan lain-lain. "Jam kerja kepala desa ini hampir bisa disebutkan 24 jam tapi tidak ada dana taktis atau apapun," ucapnya.
Pada kesempatan itu, Zaenal datang bersama sekitar 2000 kepala desa dari berbagai provinsi di Indonesia, di antaranya dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan kabupaten lainnya di Jawa Barat seperti Kab. Indramayu, dan sebagainya. Dari Kab. Bandung sendiri, peserta aksi mencapai 50 orang yang terdiri dari para kepala desa dan perangkatnya.
Ditambahkan, mereka pergi atas biaya sendiri. Sebelum memulai aksinya, para kepala desa itu beristirahat di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. "Saya pergi kesini nebeng mobil kepala desa lain," ujar Kepala Desa Katapang Iwan Hermawan.
Aksi tersebut merupakan lanjutan dari aksi sebelumnya yang dilakukan pada Senin (5/12) lalu di DPR. Sembilan fraksi telah menyatakan dukungannya untuk segera membahas RUU Desa, akan tetapi DPR masih menunggu penyerahan draft RUU dari pemerintah melalui Amanat Presiden (Ampres). Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan bahwa pihaknya akan segera mengirimkan surat permohonan kepada presiden untuk pembahasan RUU Desa agar presiden segera mengeluarkan Ampres.